Ratusan masyarakat yang merupakan orang tua/wali peserta didik tamatan Sekolah Dasar (SD) merengsek ke Gedung DPRD Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat, Selasa (7/6/2020).
Mereka menyampaikan unek-unek pada anggota dewan, lantaran anak mereka tidak lolos pada Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) jalur zonasi tahun 2020 tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Malahan, Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang, Habibul Fuadi, harus menerima kata kata kasar dan caruik pungkang oleh peserta demo yang sebagian besar kaum ibu. Habibul Fuadi diserbu pedemo saat hendak keluar gedung dewan, usai menghadiri undangan DPRD Padang tentang amburadulnya PPDB 2020.
Beberapa hari berikutnya, giliran DPRD Provinsi Sumatera Barat yang didatangi para pedemo. Mereka juga meminta agar masalah PPDB dilakukan secara adil dan transparan. Apalagi, kondisi PPDB Sumbar tahun 2020 boleh dikatakan terparah sepanjang sejarah.
Mulai dari bergantinya website PPDB sampai pelaksanaan yang direvisi sampai 6 kali. Bisa jadi, revisi demi revisi akan terus berlanjut karena molornya proses penerimaan karena website sering mengalami gangguan.
Malahan sampai tulisan ini terbit, pengumuman jalur prestasi belum juga terlaksana. Padahal, sesuai jadwal revisi 6, pengumuman jalur prestasi tahfidz, non akademis dan akademis, pada Sabtu 11 Juli 2020.
Untuk jalur ini, juga terjadi persoalan. Karena dalam hasil seleksi sementara, menempatkan non akademis terlebih dulu, baru diikuti, oleh prestasi akademis.
Padahal dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 di paragraf 5, berbunyi : Jalur Prestasi Pasal 20 ayat (1) Jalur prestasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf d ditentukan berdasarkan: a). nilai ujian Sekolah atau UN; dan/atau b). hasil perlombaan dan/atau penghargaan di bidang akademik maupun non akademik.
Simak : Gaji ke 13 Cair, Ini Kata Kementerian Keuangan
Artinya, kriteria peserta didik yang diterima jalur prestasi harus mendahulukan akademik, baru diikuti non akademik. Tapi, pada PPDB Sumbar justru sebaliknya.
Tak bisa dipungkiri, bersoalan baru bakal kembali menghadang, pada tahap kedua zonasi. Kecuali Pemprov Sumbar memang bersungguh sungguh memikirkan para generasi bangsa.
Tak bisa dipungkiri, kehadiran Permendikbud Nomor 44 Tahun 2019 ibarat kelahiran bayi prematur. Hal ini didasari tidak sebandingnya jumlah calon peserta didik pada daerah tertentu dengan daya tampung.
Dari catatan siswa yang diterima pada tahap zonasi di Kota Padang, hanya mampu menampung calon peserta didik dengan jarak kurang dari 1 kilometer. Dengan jarak tersebut, belum tentu mampu mengakomodir satu kelurahan, terutama di daerah padat penduduk.
Sementara, jarak satu SMA dengan dengan SMA lainnya sangat jauh. Contoh ringan, SMA 4 Padang yang terletak di Kelurahan Lubuk Begalung Nan XX, Kecamatan Lubuak Bagaluang hanya mampu mengakomodir sampai 0,98 km.
Hal sama juga terjadi pada SMA 6 Padang yang terletak di Kelurahan Mato Aie, Kecamatan Padang Selatan. Sekolah ini, juga hanya mampu menampung dengan jarak paling jauh, juga 0,98 km. Jangankan kelurahan lain, masyarakat jembatan babuai yang juga bagian dari kelurahan Mato Aie saja tak bakalan terakomodir.
Padahal jumlah sekolah SMA di Kota Padang hanya 16 yang menyebar di 11 kecamatan. Rata-rata satu kecamatan hanya memiliki satu SMA. Yang paling bernasib sial, tentu saja daerah pemukiman padat, seperti SMA 4 Padang
SMA 6 Padang juga satu-satunya di kecamatan Padang Selatan. Padahal kecamatan ini berpenduduk 59.962 jiwa (tersebar di 12 kelurahan) harus menampung tamatan 9 SMP yang terdiri 2 SMP negeri dan 7 swasta.
Simak : Periksa Ban Belakang, Knek Bus ALS Tewas Tergilas
Nasib sama juga dialami Kecamatan Lubuak Bagaluang yang hanya memiliki SMA 4 Padang. Berdasarkan hasil seleksi zonasi tahap 1, hanya mampu menampung tamatan SMP/MTs dengan radius 0,98 kilometer. Jangankan untuk menampung kelurahan lain, Kelurahan Lubuk Begalung Nan XX saja tidak tercover.
Jika rata-rata sekolah yang ada hanya mampu menampung di lokasi kelurahan tempat berdiri saja, bagaimana nasib tunas bangsa di 88 kelurahan lain yang ada di Kota Padang? Saat ini Kota Padang memiliki 104 kelurahan.
Salah satu cara tentu saja dengan menambah daya tampung pada seleksi zonasi tahap 2. Langkah ini, bisa jadi memang menjadi wacana Gubernur Sumatera Barat. Tapi menambah daya tampung tidak semudah membalikkan telapak tangan. Karena, langkah ini butuh ruang kelas baru dan mobiler yang memadai.
Memaksakan menambah jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar (rombel) bukan langkah bijak. Satu peserta didik saja berlebih akan berpengaruh pada proses belajar mengajar. Jika ada yang ingin merubah, berarti hal ini pertanda kemunduran dalam dunia pendidikan. Karena, penetapan jumlah rombel jelas telah melalui kajian matang oleh pihak yang sangat paham dengan pendidikan.
Jumlah peserta didik dalam satu rombel itu, juga sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada Bab IV Pelaksanaan Pembelajaran, Permendikbud ini mengatur jumlah maksimum siswa per rombel. Untuk SD, maksimum 28 siswa, SMP (32 siswa) serta SMA dan SMK (36 siswa).
Simak : Dokter Dermawan Itu Sembuh Dari Covid-19
Kecuali pemerintah memang menganggap pendidikan hal yang sangat penting. Sama pentingnya dengan memerangi pandemi covid-19. Dengan memaksimalkan lokasi sekolah yang ada guna membangun Ruang Kelas Baru (RKB). Bukankah, rumah sakit covid-19 bisa dibangun dengan cepat di Kepulauan Riau?
Cara lain, mengarahkan para peserta didik untuk masuk ke sekolah kejuruan atau SMK. Walau langkah ini juga kurang bijak, lantaran mereka bakal belajar tidak maksimal. Tapi, setidak-tidaknya juga untuk menggairahkan SMK yang makin sepi peminat.
Pengalaman saya sendiri, yang pernah mencicipi pendidikan di SMK. Sebagian mereka ini justru pelarian, karena tidak diterima di SMA. Dampaknya, 20 persen dari teman satu rombel saya kembali pindah ke SMA, bahkan ada yang memilih SMA swasta.
Langkah terakhir, dengan menyalurkan calon peserta didik pada sekolah swasta. Mereka diarah pada sekolah swasta yang telah terakreditasi minimal B. Ini, pun semua biaya pendidikan mesti ditanggung pemerintah. Selain untuk menggairah sekolah swasta, langkah ini juga untuk memotivasi sekolah swasta lain untuk melakukan pembenahan. Agar juga bisa memperoleh Akreditasi B.
Pemerintah tidak boleh berkilah, karena Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945). Serta Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945)
Bukankah, Undang-undang Dasar 1945 merupakan dasar konstitusi negara dan salah satu dasar hukum tertulis di Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini. Semua kebijakan dan peraturan harus mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945.
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali. Dengan demikian, baik itu si kaya, si miskin, jauh atau dekat dengan lokasi sekolah serta latar belakang apapun di Indonesia masih tetap berhak mendapatkan pendidikan.
Tip & Trik
<<< Sebelumnya
Selanjutnya>>>