Memaksakan menambah jumlah peserta didik dalam satu rombongan belajar (rombel) bukan langkah bijak. Satu peserta didik saja berlebih akan berpengaruh pada proses belajar mengajar. Jika ada yang ingin merubah, berarti hal ini pertanda kemunduran dalam dunia pendidikan. Karena, penetapan jumlah rombel jelas telah melalui kajian matang oleh pihak yang sangat paham dengan pendidikan.
Baca : Inovasi dan Digitalisasi Memakmurkan Masjid
Jumlah peserta didik dalam satu rombel itu, juga sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 22 tahun 2016, tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Pada Bab IV Pelaksanaan Pembelajaran, Permendikbud ini mengatur jumlah maksimum siswa per rombel. Untuk SD, maksimum 28 siswa, SMP (32 siswa) serta SMA dan SMK (36 siswa).
Kecuali pemerintah memang menganggap pendidikan hal yang sangat penting. Sama pentingnya dengan memerangi pandemi covid-19. Dengan memaksimalkan lokasi sekolah yang ada guna membangun Ruang Kelas Baru (RKB). Bukankah, rumah sakit covid-19 bisa dibangun dengan cepat di Kepulauan Riau?
Simak : Erman Berbagi Kiat PBM di Masa Pandemi pada Guru SMPN 4 Tarusan
Cara lain, mengarahkan para peserta didik untuk masuk ke sekolah kejuruan atau SMK. Walau langkah ini juga kurang bijak, lantaran mereka bakal belajar tidak maksimal. Tapi, setidak-tidaknya juga untuk menggairahkan SMK yang makin sepi peminat.
Simak : Polemik dan Salah Kaprah Sistem PPDB Online Sumbar
Pengalaman saya sendiri, yang pernah mencicipi pendidikan di SMK. Sebagian mereka ini justru pelarian, karena tidak diterima di SMA. Dampaknya, 20 persen dari teman satu rombel saya kembali pindah ke SMA, bahkan ada yang memilih SMA swasta.
Langkah terakhir, dengan menyalurkan calon peserta didik pada sekolah swasta. Mereka diarah pada sekolah swasta yang telah terakreditasi minimal B. Ini, pun semua biaya pendidikan mesti ditanggung pemerintah. Selain untuk menggairah sekolah swasta, langkah ini juga untuk memotivasi sekolah swasta lain untuk melakukan pembenahan. Agar juga bisa memperoleh Akreditasi B.
Pemerintah tidak boleh berkilah, karena Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan (Pasal 31 Ayat 1 UUD 1945). Serta Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945)
Simak : Suket Domisili Merajalela, PPDB Lebih Berbahaya dari Virus Corona
Bukankah, Undang-undang Dasar 1945 merupakan dasar konstitusi negara dan salah satu dasar hukum tertulis di Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini. Semua kebijakan dan peraturan harus mengacu pada Undang-Undang Dasar 1945.
Setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan, tanpa terkecuali. Dengan demikian, baik itu si kaya, si miskin, jauh atau dekat dengan lokasi sekolah serta latar belakang apapun di Indonesia masih tetap berhak mendapatkan pendidikan.
Tip & Trik
<<< Sebelumnya
Selanjutnya>>>
[ 1 ] [ 2 ] [ 3 ] [Semua]