Artinya, surat tersebut asli dikeluarkan oleh instansi berwenang, tapi si calon peserta didik tidak berdomisili di wilayah yang cendrung lebih dekat ke sekolah tujuan. Akibatnya, ada pelamar yang memiliki Kartu Keluarga terlempar ke ranking bawah, lantaran berjarak lebih jauh ketimbang pengantong surat palsu.
Simak : Warga Positif Covid-19 di Kota Kecil Padang Panjang Capai 30 Orang
Keluh kesah-pun tumpah di medsos, seperti di Facebook, WA grup dan sebagainnya. Salah satunya Haris, dosen ISI yang merasa dikebiri oleh pemegang surat keterangan domisili dan menganggap mengalahkan pemilik KK yang telah puluhan tahun lama adanya.
Kemudian, seperti dilansir media Sumbar, seorang warga di Bukit Surungan, bisa buktikan adanya calon peserta didik yang mengantongi keterangan domisili aspal yang melamar ke SMA. Dulu satu sekolah dengan anaknya di SMTP, dan sepengetahuan putranya tidak pernah tinggal di alamat yang tertulis di surat keterangan domisili itu.
Terbukti atau tidaknya keberadaan surat aspal itu, Sekdako Sony meminta camat dan lurah untuk melakukan verifikasi dan crosscheck ke lapangan terhadap surat keterangan domisili yang dikeluarkan kepada calon siswa SD hingga SLTA.
“Kami memberi waktu dua hari kepada camat dan lurah untuk melakukan crosscheck ulang. Jika ditemukan kondisi yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan, jangan dikeluarkan surat keterangan domisilinya. Kalau sudah terlanjur, cabut kembali,” tegas Sonny.