Zulhijani Perempuan alumnus UNAND ini mengaku sengaja membuka pintu rumahnya untuk fasilitas kegiatan belajar masyarakat tanpa memungut bayaran, karena melihat kondisi masyarakat Desanya yang bisa dibilang masih tertinggal khususnya di bidang pendidikan.
“Di desa ini masih ada anak-anak putus sekolah, selain karena faktor kesadaran dan ekonomi masyarakat, juga karena faktor geografis dan keterbatasan fasilitas pendidikan. Banyak orangtua yang terkendala menyekolahkan anak ke tingkat lanjut karena untuk meneruskan pendidikan lanjutan tingkat atas (SLTA) jarak tempuh ke kota cukup jauh dan butuh biaya transportasi yang lumayan besar,” ujar ibu tiga anak kelahiran Desa Lumindai 40 tahun silam.
“Awalnya saya hanya ingin punya pustaka pribadi, kemudian saya berfikir, manfaat membaca ini harus saya sebar. Sebagai orang yang berilmu saya punya tanggung jawab besar kepada masyarakat untuk membuka paradigma dan memotifasi mereka melihat kemajuan dunia dan memajukan pola fikir generasi muda khususnya” ujarnya menceritakan awal pendirian TBM.
Berawal dari kesadaran itu di tahun 2007 perempuan yang pernah berkarya di lembaga legislatif ini mengontrak sebuah bangunan sederhana di dekat Balai desa menjadi pustaka umum yang terbuka untuk siapa saja.