“Masalah lainnya karena belum maksimalnya penggarapan di sektor pariwisata yang sejatinya bisa mendorong perekomoniam inklusif,” katanya.
Keempat, perlindungan kesejahteraan sosial masyarakat. Menurut Nofi, pandemi Covid-19 meluluh lantakan hampir semua sektor usaha masyarakat. Kondisi ini masih berlanjut hingga hari ini. Sebab, penyebaran corona di Sumbar masih belum berakhir dan terus mengalami penambahan.
Dalam kekalutan ekonomi, masyarakat sangat membutuhkan jaminan keberlangsungan hidup. Terutama soal kesehatan. Sedangkan hari ini, sistem jaminan sosial belum berkembang maksimal. Dalam hal ini, dibutuhkan kerjasama antara pemerintah, swasta dan masyarakat untuk memeberdayakan kelompok penyandang masalah kesejahteraan sosial agar lebih efektif.
“Jaminan sosial bersangkut dengan pemulihan ekonomi masyarakat pasca pandemi Covid-19. Tidak mungkin ekonomi menggeliat, jika untuk jaminan kesehatan saja belum maksimal. Ini sangat patut kita perjuangkan,” jelasnya.
Kelima, mewujudkan karakter masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, dan berbudaya. Dalam hal ini, pegangannya jelas berlandaskan filosofi “Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK)”.
“Semua punya tanggungjawab besar mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral dan beretika. Namun, paling penting tentu saja tauladan dari pemimpin daerah itu sendiri. Sebab, pemimpin di Minang Kabau hanya didahulukan selangkah dan ditinggikan seranting. Artinya, jika pemimpin keliru, masyarakat bisa dengan cepat memberikan teguran. Jangan ada jarak yang jauh antara pemimpin dengan yang dipimpin,” tuturnya.