“Dari pemetaan tersebut dapat diketahui daerah mana yang mutu pendidikannya belum memenuhi standar sehingga diperlukan berbagai intervensi dari pemerintah agar dapat memenuhi standard tersebut. Persoalannya adalah intervensi yang dilakukan oleh negara sering tidak tepat dan tidak sesuai,” lanjut Silviana.
Hampir bersamaan, Senator Kalimantan Utara Fernando Sinaga, Senator Kalimantan Barat Erlinawati, Senator NTT Hilda Manafe, mengkritisi pelaksanaan UNBK. Padahal pemenuhan sarana dan prasarana setiap daerah di Indonesia tidak sama. Di Kaltara misalnya, akses internet sangat minim, ketersediaan komputer pun menjadi barang mewah. Di Kalbar kualitas guru yang tidak sama dan menjadi keluhan. Atas dasar itu, standard pendidikan di pulau Jawa tidak dapat dipergunakan di NTT atau didaerah manapun diluar Jawa.
Adapun Anak Agung Gde Agung, senator Bali mengkritisi dampak UN pada peserta didik secara psikologis. Hingga saat ini UN tetap dianggap sebagai momok yang menakutkan dan mencemaskan bagi peserta didik.
Menutup RDPU, PGRI mengungkapkan telah memberikan masukan kepada Pemerintah bukan hanya soal UN semata tetapi secara komprehensif PGRI telah memberikan masukan terhadap penyelenggaraan UN. Salah satu rekomendasi PGRI adalah revisi UU Sisdiknas, yang menurutnya belum memberikan desain yang menyeluruh terhadap peningkatan pendidikan di Indonesia yang berdampak pada kualitas SDM. PR lain yang juga menjadi konsern PGRI adalah perihal urusan guru yang diotonomisasi menjadi kewenangan daerah dengan UU Pemerintahan Daerah sehingga tidak tersentral.