“Untuk itu perlu kelompok seni tradisi dan budaya memperbaharui manajemen mereka. Kelompok seni dan budaya harus membaca psikologis dan keinginan generasi muda untuk kembali berminat dalam mempelajari seni tradisi dan budaya tersebut. Contoh sederhana, generasi muda sekarang menyukai hal yang bersifat seremonial, perlu kelompok membuat even dan acara sesuai keinginan mereka namun tidak meningalkan esensial nilai nilai budaya. Seperti halnya even silat di mal atau ditempat keramaian. Ataupun juga menjalin kerjasama dengan pihak sponsor sesuai program yang mereka miliki. Nah ini sekaligus dapat mengatasi kendala kesulitan keuangan dalam membuat even. “terang dr termuda di Ilmu Budaya Unand.
Saparman narasumber yang berasal dari Dinas Kebudayaan Provinsi Sumatera Barat menitik beratkan kepada tatacara teknis pengajaran di kelompok. Kelompok tidak boleh kaku kepada tatacara lama dalam mengajar dan melatih. Pelatih seni dan budaya harus mampu menguasai teknik mengajar modern yang berbasis kepada psikologi anak. Anak anak sekarang tidak dapat diajar atau dilatih dengan cara keras, namun dengan cara persuasif, terstruktur dan dijelaskan dengan logika.
Saparman menambahkan seorang pelatih seni dan budaya merupakan profesi sosial namun dituntut sempurna. Karena dipundak mereka tertumpang program yang besar dalam melestarikan seni dan budaya. Untuk itu mereka harus dibekali dengan kemampuan mengajar yang mumpuni untuk mewariskan ilmu seni dan budaya tersebut.