Pada periode 1951-1952, Pemerintah mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan untuk menyedot uang beredar yang terlalu banyak serta menghasilkan pinjaman sekitar Rp1,5 miliar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950. Karena Indonesia belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar.
Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, bagian kiri uang dapat ditukar dengan uang baru yang diterbitkan De Javasche Bank dengan pecahan f2,50, f1 dan f0,50. Pengguntingan uang tersebut dilakukan karena cara yang lazim dilakukan, yaitu dengan penyetoran ke dalam rekening yang dibekukan tidak mungkin dijalankan di Indonesia. Pada 1 Juli 1953 De Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI).
Tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia dimana Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank dan bertindak sebagai bank sentral.
Setelah Bank Indonesia berdiri pada tahun 1953, terdapat dua macam uang rupiah yang berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Republik Indonesia, yaitu uang yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia (Kementerian Keuangan) dan yang diterbitkan oleh Bank Indonesia. Pemerintah RI menerbitkan uang kertas dan logam pecahan di bawah Rp5, sedangkan Bank Indonesia menerbitkan uang kertas dalam pecahan Rp5 ke atas.