Dijelaskan lagi, Masalah-masalah tersebut tidak selalu dapat diselesaikan dalam situasi belajar-mengajar di kelas, melainkan memerlukan pelayanan secara khusus oleh guru di luar situasi proses pembelajaran serta pengambilan tindakan berdasarkan sistem analisis.
“Apabila sistem analisis ini diaplikasikan. Artinya, kita bisa mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi peserta didik kita kurang displin di saat belajar. Dengan demikian, pola pendekatan intensif face to face bisa dilakukan secara baik. Seperti adanya tanya jawab kepada peserta didik yang bermasalah dari hati ke hati yang melibatkan sentuhan rasa,” Terang Tukino.
Selanjutnya, seiring implementasi terhadap sistem analisis kepada peserta didik. Maka, dari berbagai pendekatan yang dilaksanakan akan menunjukan kategori masalah anak yang berbeda-beda pula.
“Analytic Approach ini, jika di sesuaikan dalam materi suatu pembelajaran, seorang guru akan terampil atau mampu mengetahui dimana titik lemah sang siswa terhadap suatu pelajaran. Jadi, saya rasa intinya, ialah ibarat bahasa kesehatan, yang kita obati itu adalah luka atau penyakitnya supaya bisa sembuh dan normal kembali” pungkas Tukino.
Selain itu, tambah Tukino, sebelum seorang guru memberikan praktik transfer ilmu (mengajar). Guru hendaklah mampu membuka cakarawala peserta didik dengan ragam motivasi. Bercerita tentang fenomena lingkungan sekitar ataupun hal-hal religius. Yang dapat menyemangati dan menumbuhkan motivasi mereka. Tujuannya, ketika seorang siswa sudah memiliki motivasi yang tinggi maka pemberian materi pelajaran akan lebih muda diserap oleh anak didik tersebut.