Oleh: Sukirman (Widyaiswara Madya LPMP Sumbar)
Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Namun demikian, mutu pendidikan belum meningkat secara optimal. Meluasnya akses pendidikan belum berbanding lurus dengan peningkatan mutu pendidikan.
Hasil survey PISA 2018 menunjukkan 60 (enam puluh) sampai dengan 70 (tujuh puluh) persen peserta didik Indonesia masih berada di bawah standar kemampuan minimum dalam sains, matematika, dan membaca.
Indikator lain adalah hasil UNBK yang masih belum tersebar secara merata. Dua propinsi di pulau Jawa mengalahkan rata-rata skor kelompok 10 persen tertinggi di 10 (sepuluh) propinsi lain di luar pulau Jawa.
Beberapa faktor penyebab rendahnya mutu pendidikan itu antara lain masih rendahnya kompetensi dan kreatifitas guru dalam mengajar. Rata-rata skor uji kompetensi guru di Indonesia yaitu 57 dari skala 0 – 100. Kemudian, studi yang dilakukan oleh TIMSS (The Trends in International Mathematics and Science Study) tahun 2015 menunjukkan interaksi guru dan siswa dalam pembelajaran tidak merangsang adanya kemampuan analitis dan berpikir tingkat tinggi siswa (HOTS).
Berbagai upaya dan terobosan telah dilakukan pemerintah untuk memecahkan permasalahan peningkatan mutu pendidikan. Salah satu terobosan yang diluncurkan Kemendikbud adalah Program Sekolah Penggerak (PSP). Sekolah Penggerak adalah sekolah yang berfokus pada pengembangan hasil belajar siswa secara holistik untuk mewujudkan Profil Pelajar Pancasila (Kepmendikbud nomor 1177/ M/ 2020 tentang Sekolah Penggerak).