Terkait Tanah Ulayat, Anggota Komisi II DPR Apresiasi Gagasan Donny Moenek

oleh

Pamong senior yang pernah menjadi Penjabat Gubernur Sumbar itu lebih lanjut menjelaskan, hak ulayat atas tanah tersebut dibuat menjadi memiliki nilai ekonomis, tetapi tidak boleh diperjualbelikan ataupun dibaliknamakan. Hanya boleh dimanfaatkan bagi kerapatan adat nagari. Caranya, menurut Donny Moenek, melalui penyertaan modal atau inbreng yang dimanfaatkan secara bersama-sama dengan masuknya investor ke Sumbar.



“Hak ulayat bagian yang tidak terpisahkan dari keberpihakan kita, untuk melindungi aset yang dimiliki masyarakat adat yang turun termurun tidak boleh diperjualbelikan. Dihitung melalui metode kuantifikasi asset. Yakni, dihitung berapa nilai rekapitulasi asset yang ada, untuk disertakan sebagai penyertaan modal. Dalam penyertaan modal itu dihitung secara bersama masuk dalam neraca, dan dilakukan dalam usaha bersama,” terang pakar fiskal yang pernah jadi Dirjen Bina Keuangan Daerah Kemendagri ini.

Dalam mengelola hak ulayat, ada prinsip co-sharing dan co-financing oleh masyarakat adat, kerapatan adat nagari, wali nagari dan seterusnya. Investor memperoleh jaminan kepastian sejumlah penyertaan modal. “Belanja terbesar dari investasi adalah berkaitan dengan pengadaan tanah. Karena tanah merupakan biaya produksi yang cukup tinggi. Kenapa tidak ubah saja hak ulayat itu menjadi kekuatan ekonomi yang kemudian dibuatkan perdanya. Yakni Perda tentang Mekanisme dan Tata Cara Penyertaan Modal Daerah kepada Investasi Swasta yang masuk ke Sumbar,” jelas pejabat asal Sumbar itu.
Lahirnya perda tersebut dapat memberikan kepastian dan kesungguhan bagi pemda untuk memfasilitasi dalam proses investasi dan investor merasa terbantu. (*)

Menarik dibaca