Terkait Tanah Ulayat, Anggota Komisi II DPR Apresiasi Gagasan Donny Moenek

oleh

Artikel Lainnya

loading…


“Syaratnya, tanah tidak dipindahnamakan, tidak diperjualbelikan, dan tidak diubah kepemilikannya. Apakah itu menjadi hak guna bangunan atau hak guna milik dan sebagainya. Kalau itu dilakukan, masalah hak ulayat akan hilang. Makanya, ketika ada Undang-Undang Agraria, berubah status tanah kalau sudah 25 tahun dipakai menjadi hak guna bangunan, inilah yang ditentang oleh masyarakat Sumbar. Hal inilah yang kurang disosialisasikan dan perlu dijelaskan kepada investor ketika ingin berinvestasi di Sumbar,” jelasnya.

Apabila tanah ulayat dijadikan sebagai investasi dan penyertaan modal, kata Guspardi, itu saling menguntungkan. “Tanah tetap dimiliki ulayat dan masyarakat ulayat menikmati hasilnya selama investasi itu ada. Tanah tidak berubah status kepemilikan, hak ulayat tidak hilang, dan investor bisa menanamkan modalnya di Sumbar. ,” tambah salah seorang tokoh Muhammadiyah Sumbar ini.

Artinya saling bersinergi dan saling menguntungkan. Kalau itu dilakukan, Guspardi yakin masyarakat Sumbar akan merespons dengan baik gagasan itu karena saling menguntungkan dan tidak menimbulkan kemudaratan antar-kedua belah pihak.

Meski demikian, Guspardi mengingatkan agar semua itu dilakukan secara transparan dan disosialisasikan dengan terbuka kepada seluruh pemangku adat dan anak kemenakan. “Sosialisasi bahwa dalam pemanfaatannya, tanah ulayat tersebut tidak akan berubah status, tanah tidak menjadi hak guna bangunan apalagi hak milik. Namun memaksimalkan pemanfaatan tanah yang menganggur tersebut menjadi produktif untuk kepentingan pemilik ulayat dan dampak jangka panjangnya sangat besar bagi terbukanya lapangan usaha dan ekonomi suatu nagari dan daerah,” tuturnya.

Menarik dibaca