Ia mengatakan asosiasi ini dibentuk sejak dua tahun yang lalu. Tujuannya, untuk mengontrol jumlah bagan di Danau Singkarak karena tidak ramah lingkungan.
Pihaknya telah berupaya mengganti dengan waring sesuai aturan undang-undang. “Namun harganya mahal dan tidak terjangkau dengan kami. Selain itu pemasukan kami juga hilang karena ikan bilih tidak ada lagi di sana,” katanya.
Warga lainnya Daswir (65) mengatakan, sejak lahir hidup di pinggiran Danau Singkarak. Sehingga, paham bahwa ikan bilih memiliki musim tersendiri. “Jangan langsung diambil kesimpulan karena bagan, ikan khas danau tersebut menghilang,” katanya.
Menurut dia ikan bilih akan sangat sulit ditemukan sekitar bulan Januari hingga bulan April, ini sudah sering terjadi. Kalau memang alat tangkap yang terlalu kecil, warga akan mengganti dengan alat tangkap yang diperbolehkan pemerintah.
“Ini aturan yang aneh, kenapa bagan dilarang sementara keramba yang menggunakan drum, besi sama seperti bagan diperbolehkan,” kata dia.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumbar Yosmeri mengatakan, hilangnya ikan bilih di Danau Singkarak akibat akumulasi dari berbagai persolan mulai dari alat tangkap yang begitu rapat. Sehingga, ikan kecil pun ditangkap, hingga banyaknya bagan di sana.