Tantangan Berat KI Sumbar di Periode Ketiga

oleh

Oleh: HM Nurnas (Anggota DPRD Sumbar/ Tokoh Keterbukaan Informasi Publik)

Tugas panitia seleksi sudah tuntas. Daftar nama calon anggota atau komisioner Komisi Informasi (KI) Sumbar sudah diputuskan Gubernur dan diteruskan ke Ketua DPRD untuk dilanjutkan ke tahapan penentuan akhir, yakni fit and proper test

Proses uji kepatutan dan kelayakan para calon komisioner tersebut biasanya dilakukan oleh Komisi I DPRD Sumbar

Para calon komisioner terpilih nantinya akan melanjutkan kerja-kerja mengawal keterbukaan informasi sebagaimana diamanatkan UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.

Setelah ditetapkan nantinya, mereka menjadi komisioner periode ketiga sejak terbentuknya KI Sumbar pertama tahun 2014. KI periode pertama 2014-2018 diperpanjang masa baktinya hingga Februari 2019, dan periode kedua 2019-2023.

Melihat padatnya agenda DPRD, maka masa bakti KI Sumbar periode kedua mungkin saja diperpanjang lagi satu hingga dua bulan, sebelum KI periode ketiga dilantik Gubernur Sumbar.

Penulis mengapresiasi dua periode KI Sumbar mengawal atau menjalankan tugasnya sehingga setiap tahun semakin banyak badan publik yang melek dan menerapkan keterbukaan informasi. Bahkan sampai ke tingkat nagari dan masuk ke sekolah – sekolah

Selain itu, banyak pula terobosan yang dilakukan sehingga keberadaannya benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dan badan publik.p

Terlepas ada kekurangannya, harus diakui bahwa KI Sumbar periode pertama dengan komisioner Syamsu Rizal, Sondri, Adrian Tuswandi, Yurnaldi dan Arfitriati telah mampu meletakan dasar-dasar kinerja KI Sumbar dan berupaya membenahi badan publik sehingga memahami keterbukaan informasi publik.

Lalu, KI Sumbar periode kedua dengan komisioner Nofal Wiska, Arif Yumardi, Adrian Tuswandi, Tanti Endang Lestari dan Arfitriati mampu memberikan kejutan hebat di awal periodenya yakni pada 2019. Pemprov Sumbar berhasil meraih prediket informatif. Yakni anugerah tertinggi badan publik di era keterbukaan informasi publik.

Namun, sayangnya setelah itu setiap monitoring dan evaluasi (monev) yang dilakukan KI Pusat, prediket itu anjlok. Buktinya, tahun 2022 ini saja Pemprov Sumbar hanya berprediket Menuju Informatif.

Penulis melihat ini bukan salahnya KI Sumbar, tapi pada konsistensi badan publik di Pemprov Sumbar dalam menerapkan keterbukaan informasi, terutama berkaitan kurangnya kolaborasi dan sinergistas dengan KI Sumbar pada tahapan penilaian Monev KI Pusat itu.

Tapi, Indeks Keterbukaan Informasi Publllik (IKIP) Pemprov Sumbar nilainya menunjukan grafik naik dibandingkan tahun 2021 yang posisinya di bawah nilai IKIP Nasional. Tahun 2022, naik berada di atas IKIP Nasional meski nilainya belum membanggakan.

Satu hal yang pasti KI periode kedua ini telah mampu membuat budaya keterbukaan informasi berada di track yang benar di masyarakat, baik di perkotaan maupun nagari-nagari. Badan Publik pun juga banyak yang melek keterbukaan informasi.

Monev KI Sumbar juga merambah ke badan publik SMA/SMK sederajat. Terobosan ini menjadi perhatian para pegiat keterbukaan informasi hingga tercatat sebagai satu-satunya di Indonesia. Apalagi informasi di sektor pendidikan inipun sangat penting diketahui masyarakat.

Menarik dibaca