Oleh : Riyon (Praktisi Pers, Pemerhati dan Peneliti Lingkungan)
Dari awal Januari 2017 sampai kondisi saat ini Mei 2017 bahkan sampai bulan suci Ramadhan, kondisinya masih suasana musim hujan dan intensitasnya masih sangat tinggi di Bumi katulistiwa ini.
Tak heran dan sudah menjadi hal biasa setiap hari tayangan di media cetak/elektronic masalah banjir bandang, banjir rob di tengah kota, bencana alam dari tanah longsor sampai banjir bandang susah menjadi santapan bagi para pemirsa dan pembaca.
Tak heran Ranah Ibu Pertiwi ini tercederai dengan namanya bencana alam yang menimbulkan korban baik masyarakat, moril dan materil. Sehingga kehidupan masyarakat yang ditengarai domisili didaerah rawan bencana selalu cemas tidur pun tak selalu nyenyak.
Kapan datangnya musibah bencana alam kita sebagai umat manusia juga tak tahu. Sungguh toh demikian biasanya tanda-tandanya itu selalu ada atau sebab-musababnya ada timbul berbagai faktor.
Faktor-faktor yang timbul terjadinya bencana alam tersebut dalam kondisi diera abad ke 20, seperti tanah longsor, banjir bandang itu bukan fenomena alam. Kecuali letusan gunung berapi, tsunami, tenggelamnya suatu pulau, mendadak amblasnya bumi yang terjadi di berbagai negara, antara lain Jepang dan lainya. Termasuk rengkahnya tanah sepanjang sekian kilo meter dengan kedalaman diatas 5 meter. Juga rengkahnya dasar laut ribuan kilometer dengan kedalaman sampai 2000 m, lalu gratifikasi bumi termasuk akibat penggeseren lempengan bumi.