Situasi ini tentu berpengaruh pada upaya pencegahan penularan virus corona jenis baru, severe acute respiratory syndrome coronavirus 2 atau SARS-CoV-2 secara lebih luas. Sedangkan pada momen lebaran ketupat, ini lebih ramai pada saat lebaran.
“Festival atau perayaan di masyarakat lebih meriah, ini faktor kultural. Ini digenjot supaya persoalan kultural ini tidak menjadi kendala bagi masyarakat Jawa Tengah sehingga tetap terselenggara meskipun ada penyesuaian,” ujarnya.
Ia selaku representasi media mainstream di Jawa Tengah melibatkan pakar arkeolog, sosiolog dan psikolog untuk ikut membahas konteks kultural yang menjadi fenomena di tengah masyarakat. “Kegiatan semacam budaya seperti itu lebih penting, sifatnya kolosal. Sholat Idul Fitri, di masyarakat Jawa Tengah lebih banyak dimaknai dari aspek budaya bukan sekedar syariat dan sebagainya. Muatan kultural ini yang besar,” ujarnya.
Sementara itu, menyikapi konten media yang terkadang keliru, Gunawan menyampaikan hal itu bisa mungkin terjadi sehingga berdampak hoaks. Namun, masyarakat dapat merujuk pada media mainstream.
Menurutnya, kebanyakan media mainstream lebih ketat dalam memfilter pemberitaan. Diakuinya media yang baru muncul kadang terkendala pada sumber daya manusia untuk peningkatan kapasitasnya. “Media mainstream masih kuat dalam memegang kode etik, cek dan ricek,” kata Gunawan.