Menurut KJ, dalam perspektif pers, penulis di kalangan Unand masih kurang banyak jumlahnya dibanding dengan jumlah sivitas akademika dan alumni yang ada.
“Menulis merupakan warisan intelektual. Jadi harus ditularkan kebiasaan menulis itu, sehingga akan lebih banyak lagi alumni Unand yang memasuki dunia jurnalistik Sumbar, bahkan Indonesia,” ujar KJ.
Kadang dalam menulis, sebut KJ, masih banyak intelektual yang masih terhalang dengan alasan referensi, dan otoriter terhadap diri sendiri. “Banyak yang tidak percaya pada diri sendiri, akhirnya tulisan tidak jadi-jadi,” tukas KJ.
Ikut sebagai pembahas, Prof Fasli Jalal yang pernah menjadi Ketua Umum DPP IKA Unand, saat ini menjabat Rektor Universitas Yarsi Jakarta, menilai alumni Unand harus lebih banyak membuat forum untuk “maanjuangkan“, dalam artian bersinergi untuk menghadapi tantangan ke depan.
“Tidak perlu yang sering tampil di tivi saja, tetapi mereka-mereka yang memberikan arti pada lingkungannya, dimana saja mereka berjuang, tidak harus di tingkat nasional. Sebab orang sudah bosan dengan nama-nama besar,” ujar Prof Fasli.
Kemudian saat ini telah terjadi perubahan mendasar di dalam dunia ilmu pengetahuan, khususnya pembelajaran. “Dengan kemajuan teknologi informasi sekarang, orang bisa saja mendapatkan ilmu atau knowlegde dari tutorial secara virtual dengan gratis, tetapi kalau ingin mendapatkan ijazah, baru membayar,” ucap mantan Wamendiknas ini.