Seberkas asa mencuat dalam kesepian pada sebuah masjid di Kota Padang. Jamaah tetap (khususnya, muslim laki-laki) terus bertambah di waktu Isya dan Subuh.
Dalam jumlah hitungan jari, pada 4 tahun silam, kini telah 20 sampai 35 orang. Walau belum jumlah ideal, tapi patut disyukuri.
Tragis Memang. Karena, mereka yang meramaikan rumah Allah ini, bukanlah orang yang tinggal di sekitar masjid. Tapi, yang berjarak sudah lebih 100 meter dari tempat berdirinya. Bahkan, juga balik rel Kelurahan Koto Baru. Kalau toh ada, yang berdomisili dekat masjid, namun yang memakmurkan rumah Allah ini, hanya 2 sampai 4 orang saja.
Patut disyukuri, 35 ini memang mengedepankan keikhlasan. Mereka dalam masjid begitu, khusu’ tanpa adanya kebrisikan. Mulai dari melaksanakan shalat 2 rakaat setelah adzan sampai pelaksanaan zikir usai salam. Senyum teduh dan saling bersalaman kian mempererat ukhuwah Islamiyah mereka.
Mereka, dengan khusu’ dalam berhubungan secara langsung dengan Sang Khaliq. Tentu saja demi berharap kebahagiaan. Baik di dunia maupun kehidupan akhir yang kekal selamanya.
Namun, hal unik terjadi pada Jumat (11/2/2022) malam. Banyak orang berbondong-bondong menuju Rumah Allah. Tak jelas asalnya dari mana. Karena sebagian besar dari mereka merupakan wajah baru. Bahkan, diantara mereka, seakan ada perasaan linglung lantaran belum pernah memasuki masjid ini. Suatu hal yang aneh, mereka hadir justru sudah berakhirnya, shalat Isya dan para jamaah telah meninggalkan masjid.
Selidik punya selidik, ternyata mereka ini akan melakukan kegiatan mungkar dengan pesta makar. Luar biasa, jumlah mereka. Seakan masjid ini sedang, melaksanakan tarwih di awal Ramadhan. Tapi, hebohnya, seakan kita berada di pasar buah.
Malam, pesta makar pun usai. Mereka puas karena telah berhasil melahirkan pengurus baru. Mereka pun bubar dengan wajah aneka ragam. Ada yang puas, lantaran misi berhasil. Namun, jauh lebih banyak yang bingung lantaran tak tahu alasan menghadiri kegiatan.
Subuh pun datang. Jamaah kembali mengisi shaf di bagian depan. Tak ada tambahan jamaah, sama dengan hari hari hari sebelumnya. Hanya, 30 jamaah tetap yang penuh dengan kekhusyukan.
Sementara, mereka, yang katanya menyelamatkan masjid semalam, tak satu pun tampak batang hidungnya. Entah sudah bangun atau masih terjebak dengan gigauan.
Hari merangkak siang. Ciloteh mulai bersileweran. Tersiar kabar, ternyata untuk menyebarkan ratusan undangan dan meminta tanda tangan dengan cara fitnah yang kejam. Tak tanggung-tanggung, undangan disebar sampai jauh, ke lokasi yang tak lagi terdengar suara adzan dari masjid pelaksanaan pesta makar.
Penyebaran undang dilakukan dengan gorengan isu yang mengesankan. Ketua Masjid dituding menilep uang ratusan juta. Bahkan, ini akan diungkap dalam pertemuan.
Alhasil, penerima terkesan. Bahkan, mereka yang datang dari jauh jadi penasaran untuk mengetahui tahu wajah ketua masjid yang katanya penikmat ratusan juta.
Sedangkan yang dekat, juga menghadiri undangan . Untuk menikmati pesta yang gemborkan panitia. Keinginan mereka untuk hadir, melebihi panggilan adzan.
Subuh sepi, Zuhur belum berubah, Magrib masih diisi oleh orang yang shalat di setiap subuh. Ditambah, puluhan anak Tahfizh yang serius dalam shalatnya. Isha apalagi, tak ada tanda tanda jamaah akan bertambah.
Masjid yang tumpah ruah saat mereka menghadirkan pertemuan makar.
Sementara, ratusan orang yang telah menciptakan heboh bak pasar buah semalam, belum juga mencogokkan batang hidungnya.
Disini Allah kembali memperlihatkan Kebesaran-Nya. Matinya mic, belum pernah terjadi sebelumnya. Padahal, mic itu sudah mereka gunakan untuk menyampaikan ajakan segera datang ke masjid.
Selama pesta makar, mic tak bisa digunakan. Seakan, Yang Maha Kuasa berupaya menutupi kehebohan di pasar raya. Agar tidak diketahui pihak lain, terkait kehebohan di rumah-Nya.
Walau sepi Makruf (Kebaikan) namun mampu menciptakan kedamaian. Ramai Mungkar (Berbuat Jahat) justru mengundang bencana dan kehancuran dalam tatanan kehidupan
Apalagi menggerogoti Rumah Allah. Tak hanya mendapat siksa akhirat, tapi Allah, akan membayar kontan di dunia (Saribulih)