Dikatakan Hidayat, dampak PPDB bila hasilnya justru jauh memenuhi azas transparansi dan azas keadilan maka potensi dampak psikologisnya bisa lebih dahsyat dari virus corona.
Bayangkan saja, betapa putus asanya anak anak yang memiliki prestasi akademik bagus justru tidak bisa bersekolah di SMA negeri karena dikalahkan oleh jarak rumahnya yang jauh, atau dikalahkan oleh calon peserta didik yang lulus karena surat keterangan domisili yang ditenggarai tidak memenuhi ketentuan.
“Tidak hanya anaknya yang menangis dan murung, para orang tuanya juga menangis melihat sistem PPDB tahun ini. Anak anak berprestasi akan berpotensi putus asa, buat apa rajin belajar kalau akhirnya tidak bisa sekolah di SMA Negeri karena alasan jarak rumah,” ujarnya.
“Bagi orang tua, membayangkan anaknya bersekolah di SMA swasta saja kuat karena tak cukup punya biaya. Apakah kondisi ini tak membuat para orang tua dan anaknya panik dan stres. Lihat saja, entah protes dan keluhan keluhan masyarakat yang dilampiaskan di media sosial. Gubernur harus dengar itu,” ucap Hidayat.
Simak : Anggota DPR RI Desak Kemendikbud Selesaikan Peta Pendidikan
Simak : Gaji ke-13 PNS Cair, Ini Besaran Tiap Golongan
Saya minta Gubernur ambil alih persoalan ini. Berikan pernyataan dan kebijakan yang dapat menentramkan calon siswa dan orang tuanya. “Berikan kepastian dan keadilan atas pemenuhan hak pendidikan masyarakat yang berhak mendapatkannya. Jangan sampai pelaksanaan kebijakan ini mencedarai dan melanggar azas keadilan dan hak masyarakat atas pendidikan,” tegasnya.