Sebelum kasus ini bergulir ke pengadilan, Supriyani sempat ditahan kejaksaan. Alhasil, kasus ini menghebohkan dunia Maya. Publik akhirnya bertindak dengan beragam komentar di dunia Maya.
Apalagi, upaya damai (restorative justice) yang gagal sampai lima. Lantaran, adanya dugaan pemerasan mencapai Rp 50 juta dari berbagai oknum.
Tak bisa dipungkiri, proses hukum kasus ini menuai kontroversi. Mulai dari dugaan pelanggaran kode etik, hingga adanya isu permintaan uang damai.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyoroti adanya dugaan kriminalisasi dalam kasus ini. Dengan melibatkan benturan kepentingan. Karena posisi pelapor sebagai anggota kepolisian.
Kasus ini bermula pada 25 April 2024, ketika Aipda Wibowo Hasyim, anggota polisi sekaligus orang tua dari seorang siswa kelas 1 di SDN 4 Baito, melaporkan Supriyani atas dugaan penganiayaan ke Polsek Baito.
Berdasarkan keterangan Aipda Wibowo, laporan diajukan setelah ibu korban melihat ada bekas luka memar di paha belakang anaknya. Namun, Supriyani membantah tuduhan ini, menegaskan bahwa ia tidak mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi langsung dengan anak tersebut.
Setelah berbulan-bulan proses hukum berjalan, kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.