Saudi Arabia Lebih Dulu Lebaran, Ini Alasannya

oleh

Penetapan hari raya khususnya Idul Fitri dan Idul Adha serta 1 Ramadhan bisa saja berbeda di beberapa negara. Penetapan 1 Ramadhan dan dua hari raya ummat Islam memang tidak harus sama antara semua negara.

Pada intinya, penetapan hari raya seharusnya disepakati bersama melalui satu putusan lembaga berwenang seperti penguasa wilayah atau pemerintah dengan tujuan agar pekasanaannya tidak berbeda-beda dalam satu wilayah atau negara. Proses penetapannya sesuai hadits Nabi SAW yaitu dengan melihat hilal (rukyatul hilal).

Beberapa hadits menunjukkan bahwa awal dan akhir bulan Ramadhan ditentukan dengan melihat hilal. Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:

Awal puasa adalah hari yang kamu semua memulai puasa. Idul fitri adalah hari yang kamu semua merayakan Idul Fitri. Idul Adha adalah hari yang kamu semua merayakan Idul Adha.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, Ibnu Majah)

Sebagaimana diketahui, Pemerintah Indonesia telah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 H pada 5 Juni 2019. Penetapan tersebut dilakukan setelah Kementerian Agama (Kemenag)  menggelar sidang isbat pada Senin (3/6).

Berdasarkan laporan 33 perukyat yang tersebar di 33 provinsi seluruh Indonesia, tidak satu pun melihat hilal hingga magrib, Senin (3/6). “Maka Bulan Ramadhan tahun ini digenapkan jadi 30 hari. Selasa (hari ini) kita masih (wajib) berpuasa dan dengan demikian 1 Syawal 1440 H jatuh pada Rabu 5 Juni 2019,” kata Menag Lukman Hakim Saifuddin.

Dasar keputusan tersebut merujuk pada penggunaan rukyah hilal, atau menyempurnakan bilangan bulan Ramadhan tatkala hilal tertutup awan. Dengan begitu, tidak ada alasan bagi seorang muslim untuk keluar dan membangkang terhadap putusan yang dipercayakan kepada lembaga atau otoritas yang melaksanakan rukyatul hilal.

Berbeda dengan Indonesia, Malaysia,  Jepang, Pakistan, dan Australia, perayaan Idul Fitri 1440 H di Arab Saudi dan beberapa negara Teluk jatuh pada hari ini, Selasa (4/6). Nah, kalau Arab Saudi saja sudah lebaran hari ini, kenapa di Indonesia belum? Bahkan Arab Saudi lebih awal dari Australia.

Memang, dari sistem perputaran waktu, negara-negara di bagian timur seharusnya lebih awal menggelar Idul Fitri. Namun, bukan itu dasar penetapannya. Selain ada metode hisab dan rukyat, satu metode lagi yang disepakati adalah penetapannya diputuskan oleh lembaga atau otoritas yang dipercaya.

Dari beberapa artikel yang dikutip dari muslim.or.id dan almanhaj.or.id, sekalipun pemerintah membuat keputusan hari raya menggunakan hisab, atau mengikuti penanggalan kalender, tidak ada alasan bagi seorang muslim berhari raya sendiri-sendiri atau berkelompok-kelompok.

Mereka harus berhari raya bersama kebanyakan kaum muslimin bersama pemerintah. Tujuannya, demi menjaga persatuan dan tidak jatuh ke dalam jurang perpecahan.

Jika penduduk suatu negeri yang tidak melihat hilal pada malam ke-30, mereka mengambil rukyah negeri yang berbeda matholi’ (beda wilayah terbitnya hilal). Namun, jika di negeri tersebut terjadi perselisihan pendapat, maka hendaklah dikembalikan pada keputusan penguasa muslim di negeri tersebut.

Jika penguasa tersebut memilih suatu pendapat, hilanglah perselisihan yang ada dan setiap muslim di negeri tersebut wajib mengikuti pendapatnya. Namun, jika penguasa di negeri tersebut bukanlah muslim, hendaklah dia mengambil pendapat majelis ulama di negeri tersebut. Hal ini semua dilakukan dalam rangka menyatukan kaum muslimin dalam berpuasa Ramadhan dan melaksanakan shalat hari raya.

Sebagaimana disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

“Shalatlah bersama mereka. Jika mereka benar, maka (pahalanya) untuk kalian dan mereka. Jika mereka salah, maka pahalanya untuk kalian (dan) dosanya untuk mereka.”

Penjelasan hadits ini, bahwa kesalahan dan kelalaian pemerintah, tidak ditanggung oleh kaum muslimin. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Berpuasalah karena melihat hilal, begitu pula berhari rayalah karena melihatnya. Apabila kalian tertutup mendung, genapkanlah bulan tersebut.” (HR Bukhari dengan berbagai lafazh).

Kedua, Allah ta’ala tentu mengetahui apa yang telah dan akan terjadi, ini berarti Allah juga mengetahui nanti akan muncul ilmu falak dan ilmu-ilmu yang lainnya. Namun, Allah ta’ala berfirman,

“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan bulan (di negeri tempat tinggalnya), maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” (QS. Al Baqarah [2]: 185). Wallahu a’lam bish shawab. (Aza/berbagai sumber)

Menarik dibaca