RPD 2024-2026 Kota Padang Panjang Segera Masuk Konsultasi Publik

oleh

Padang Panjang, Spiritsumbar – Draf Rencana Pembangunan Daerah (RPD) 2024-2026 Kota Padang Panjang segera dibawa ke forum konsultasi public di kota itu, Desember 2022 ini. Sebagai “RPJM transisi”, penyiapan RPD ini lebih bertolak dari permasalahan dan kebutuhan kota serta upaya mengatasi/memenuhinya.

Gambaran umum permasalahan dan kebutuhan Kota Padang Panjang itu serta konsep perencanaan makro upaya mengatasi/memenuhinya akan dipresentasikan oleh Bappeda di forum konsultasi public tersebut. Materi presentasi itu ditambah masukan dari peserta  akan dibahas di forum konsultasi publik tersebut.

Hasilnya, seperti disebut oleh Kepala Bappeda Kota Padang Panjang, Rusdianto di kantornya beberapa hari lalu, jadi bahan dalam menyusun Perwako tentang RPD 2024-2026 kota itu. Selanjutnya, RPD ini akan jadi pedoman dalam menyusun rencana kegiatan pembangunan daerah (RKPD) Kota Padang Panjang 2024-2026.

Lalu, apa saja bentuk permasalahan/kebutuhan Kota Padang Panjang itu, berikut konsep makro yang disiapkan untuk mengatasi/memenuhinya? Rusdianto dan Kabid Perencanaan Makro, Bappeda setempat, Rini Salmirawati, menyebut itu sedang disusun. Nanti, akan terlihat di forum konsultasi public.

Hasil pemantauan/pengecekan Spiritsumbar terhadap data terbaru Kota Padang Panjang ke sejumlah unit kerja Pemko, bentuk permasalahan dan kebutuhan kota itu cukup banyak. Segi kehidupan sosial perorangan/keluarga, misalnya, salah satu adalah ada sekitar 300-an unit rumah tidak layak huni (Rutilahu) di kota ini.

Sebagian dari Rutilahu tadi tidak bisa dapat bantuan rehab rumah dari pemerintah. Sebab, tanah lokasinya ada yang di tepi ngari, tepi sungai, tepi rel KA, tepi jalan raya, di bawah tebing bukit, di kemiringan tanah di atas 65 derajat, di RTH dan juga ada di tanah yang pemiliknya enggan menyewakan jangka panjang minimal 15 tahun.

Terhadap sebagian Rutilahu yang tanahnya bermasalah itu, seperti diakui terpisah oleh Kepala Dinas Perkim-LH setempat, Alvisena, solusi relatif cocok dirikan Rusunawa bertingkat. Rusunawa, hemat pemakaian lahan. Pembangunan sosial, ekonomi dan kesehatan mereka pun akan relatif mudah, lantaran tinggal satu komplek.

Di segi upaya meningkatkan keramaian pelajar dari luar daerah di kota ini, Pemko tadinya lewat RPJM 2018-2018 akan membangun Gedung LKC (Library and Knowledge Centre). Jika terwujud, Gedung LKC dengan labor IPA terpadu pertama di Sumatera itu akan bisa jadi icon Padang Panjang sebagai kota pelajar, juga menunjang pariwisata

Sayangnya, program pendirian LKC yang sangat inovatif itu termasuk yang batal terwujud, karena refocusing dana APBD 2020-2021 mengatasi dampak Covid-19. Kini, sejalan kegiatan Pemko melalui Bappeda menyusun RPD 2024-2026, terus disusul RKPD 2024-2026, adakah rencana pendirian LKC akan masuk?

Terkait kontribusi PAD atas APBD yang masih rendah, seperti terlihat pada APBD Perubahan 2022 ini, yakni Rp 85,2 milyar (15,7 %) atas APBD Rp 542,1 milyar, butuh inovasi besar. Jika tidak, pendapatan APBD kota ini masih akan sangat dominan bergantung ke subsidi pusat. Gerak pembangunan juga akan masih relatif lambat.

Untuk bisa memacu peningkatan kontribusi PAD  (Pendapatan Asli Daerah) atas APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) itu, seperti kerap muncul di Musrenbang kota selama ini, peluangnya relatif besar. Tapi itu butuh usaha ekstensifikasi, yakni  menggali potensi lain yang dimiliki kota ini.

Potensi lain yang berpeluang cepat digarap, pertama, pengembangan layanan penunjang RSUD. Ke-2, penyiapan sejumlah iven provinsi, regional, nasional dan internasional jadi calendar event. Ke-3, menarik peran swasta atau aktifkan PT.Serambi Investasi untuk optimalisasi fungsi Industri Kulit, dan menggarap aneka industri hilirnya.

Itu hanya segelintir dari bentuk permasalahan dan kebutuhan di Kota Padang Panjang serta peluang solusi untuk mengatasi/memenuhinya. Sebab, ada banyak bentuk permasalahan dan kebutuhan kota ini yang perlu diatasi dan dipenuhi. Di antaranya;

  • Angka kemiskinan 5,08 %, pengangguran 4,90 %
  • Lansia terlantar 290 orang (solusi, butuh gedung panti bertingkat, karena lahan minim)
  • Disable 346 orang, sebagian terlantar (solusi, butuh bangunan tempat kegiatan & keterampilan produktif)
  • Rumah Rutilahu 300-an unit, sebagian tanah lokasinya bermasalah (solusi; bangunan Rusunawa)
  • Capaian hutan kota di bawah 20 % (solusi, perlu usaha bersama untuk mencapai minimal 29 % dari luas kota & Perda perlindungannya)
  • LPA Sampah di S. Andok sudah sangat over kapasitas (solusi, salah satu optimalisasi pemilahan sampah)
  • Arial parkir minim di kawasan Pasar Pusat (solusi, gedung parkir bertingkat)
  • Convention Hall (3 lantai) di Islamic Centre terbengkalai (solusi, perlu dilanjutkan, sebab terkait sumber pembiayaan IC ke depan, agar tidak kelewat bergantung ke APBD)
  • Program Gedung LKC perlu diwujudkan utk menunjang kota pelajar & pariwisata
  • Terkait akan berdirinya kampus baru di Tarok City, Pemko perlu bantu peningkatan daya tarik kampus ISI yg di Padang Panjang (salah satu, peningkatan akses jalan masuk kampus dari jalan utama kota).
  • 0perasional Industri kulit kuran optimal (solusi, perlu peran pihak ke-3 atau aktifkan PT.Serambi Investasi utk pemasok kulit metah, pemasaran produksi dan kelola kerajinan dari kulit).
  • MoU RI – NZ terkait sapi perah di Padang Panjang masih minim teraplikasi
  • Kontribusi PAD atas APBD 2021 relatif rendah (solusi, perlu usaha ekstensifikasi)
  • Kebijakan Pemko atas layanan Psc-119, Telp 112, dokter warga dan beasiswa kuliah perlu diperkuat dengan Perda.
  • Gedung Kantor Dinas PU & Bappeda perlu direvitalisasi jadi bertingkat (3-4 lantai)
  • Butuh penyiapan calendar event yg komprehensif utk kelola potensi besar Padang Panjang sebagai kota event regional, nasional dan internasional.

Karena begitu banyaknya persoalan dan kebutuhan yang mesti diatasi/dipenuhi, tentu saja tidak semuanya akan bisa ditampung masuk RKPD 2024-2026. Sebab, seperti diakui oleh Kepala Bappeda, Rusdianto, terutama, pendapatan APBD yang terbatas. Karena itu, penyusunan RKPD 2024-2026 harus memperhatikan kebutuhan skala prioritas.

Makanya, akan ada Prioritas-1, Prioritas-2 dan seterusnya. Lalu, bagaimana Pemko Padang Panjang melalui Bappeda-nya selaku koordinator penyusunan perencanaan pembangunan daerah itu menilai suatu kebutuhan masuk prioritas satu, dua dan seterusnya?(jym/yet).–

Menarik dibaca