Padang Panjang, Spiritsumbar–Kegiatan pembangunan baru (revitalisasi) kampus Perguruan Thawalib Padang Panjang terus menggeliat di kampus putra dan putri. Di kampus putra, pembangunan Tahap-1 gedung asrama (3 lantai) sudah siap, dan diresmikan pemakaiannya oleh Gubernur Sumbar, Mahyeldi, Selasa (12/7).
Pembangunan gedung asrama di kampus Thawalib putra itu, seperti disebut oleh Wakil Sekretaris Yayasan Perguruan Thawalib Padang Panjang, Fahmi, satu dari dua kegiatan pembangunan yang sedang jalan di kampus putra, tepi Jalan Prof.Dr.HAMKA, Kelurahan Pasar Usang, Kecamatan Padang Panjang Barat, Kota Padang Panjang.
Satu lagi pembangunan gedung yang mulai dan sedang berjalan di kampus Thawalib putra, Kampus-1 Thawalib yang berdiri 1911 M itu adalah 1 gedung kelas (3 lantai) dengan rencana biaya sekitar Rp 7,5 milyar. Yang satu ini sumber dananya dari wakaf H.Tumanat, pengusaha yang pernah jadi pengurus Thawalib Padang Panjang.
Terkait pembangunan baru gedung asrama, sesuai desain, terdiri 3 lantai di bagian belakang, 2 lantai (bagian depan). Rencana biayanya sekitar Rp 7 miliar. Sumber dana yang sudah masuk, bantuan (hibah bansos) dari Pemko Padang Panjang, wali murid dan terbaru dari peribadi ketua Pembina Yayasan, Guspardi Gaus.
Bantuan dari Pemko Padang Panjang sebesar Rp 300 juta, kurang Rp 200 juta dari rencana semula Rp 500 juta. Penyebabnya, seperti disinggung oleh Walikota Padang Panjang, Fadly Amran yang juga hadir pada kunjungan Gubernur Mahyeldi, Selasa (12/7), karena APBD direfocusing mengatasi dampak wabah Covid-19.
Sedang bantuan peribadi dari Ketua Pembina Yayasan, Guspardi Gaus, alumni Thawalib Padang Panjang yang kini Anggota DPR-RI itu, jumlahnya Rp 100 juta. Bantuan itu diserahkan oleh Guspardi kepada Ketua Yayasan Thawalib, Dr.Abrar pada acara kunjungan Gubernur Mahyeldi di perguruan tersebut.
Pembangunan baru gedung-gedung dengan pola bertingkat yang mulai/sedang berjalan di kampus putra itu, seperti disampaikan oleh Ketua Yayasan Thawalib Padang Panjang, Abrar, sejalan upaya pengembangan perguruan ini ke depan. Karena, bangunan lama (umumnya 1 lantai) sudah tua.
Abrar, yang juga alumni Thawalib Padang Panjang dan kini dosen UIN Padang itu, juga menyinggung perkembangan kampus Thawalib putri di Jalan H.Agus Salim, timur kota itu. Perkembangan terbaru di kampus putri yakni telah berdirinya sebuah gedung asrama (2 lantai) relatif megah atas sumbangan Wardah Foundation.
Upaya merevitalisasi kampus tadi adalah bagian dari upaya memajukan Thawalib Padang Panjang dalam menyiapkan anak didik sebagai kader ulama. Upaya lain, kurikulum diaktualisasi lewat kolaborasi kurikulum lama dengan kini, pola proses belajar mengajar (PBM) ditingkatkan, dan kitab-kitab untuk mendalami Islam diperbanyak.
Besarnya program perguruan, seperti disebut oleh Ketua Yayasan, Abrar tadi, kata Ketua Pembina Yayasan Thawalib, Guspardi Gaus, butuh dana yang besar pula. Karena itu, kita berharap upaya ini akan terus dapat dukungan dari banyak pihak, seperti Pemprov Sumbar, Pemko Padang Panjang, disamping alumni dan orang tua murid.
Harapan senada sebelumnya juga disampaikan oleh Kepala Kemenag Kota Padang Panjang, Alizar Chan yang juga alumni Thawalib kota itu. Alizar Chan yang juga aktif berdakwah itu, menyebut geliat pembangunan di Thawalib Padang Panjang belakangan seperti menunjukan kebangkitannya untuk meraih kejayaannya kembali.
Thawalib Padang Panjang dari referensi Spiritsumbar, berdiri pada 1911 M, enam tahun setelah hadirnya Normal School di SMAN-1 Padang Panjang kini. Itu berawal dari pengajian pola khalaqah di Surau Jambatan Basi (kini Masjid Zuama’). Dari situ atas prakarsa Haji Abdul Karim Amrullah (HAKA), ayah Buya HAMKA, didirikan Perguruan Thawalib sekitar 250 meter ke arah barat laut.
Perguruan Thawalib Padang Panjang itu merupakan pesantren pola klasikal pertama di tanah air. Modernisasi sistem pendidikan Islam itu diikuti oleh yang lain di tanah air. Di Padang Panjang sendiri muncul Diniyah School pada 1915 M, Thawalib Gunung (1918), Diniyah Putri (1923 M), Kauman (1926) dan MIN Jihad (1930 M).
Bahkan, pesantren yang juga bernama Perguruan Thawalib muncul di tempat lain di Ranah Minang (Sumatera Barat kini). Salah satu, Thawalib Parabek di Agam. Di Pulau Jawa, pesantren model Thawalib Padang Panjang adalah Pesantren Gontor, didirikan oleh Zarkasih Nur, alumni Thawalib Padang Panjang.
Di Padang Panjang, pesantren-pesantren pola klasikal itu muridnya ramai dari berbagai daerah di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, NTB sampai negeri jiran. Faktor inilah kemungkinan besar menurut hasil seminar di Thawalib Padang Panjang pada 1984, munculnya sebutan Padang Panjang sebagai Kota Serambi Mekah oleh masyarakat luar pada sekitar 1920-1940-an.
Julukan Serambi Mekah itu kemudian, seperti diketahui telah dikukuhkan jadi julukan Kota Padang Panjang lewat sidang istimewa DPRD pada peringatan HUT kota ini 23 Maret 1990 (era Walikota Achjarli Djalil). Terus diperkuat dengan Perda pada 2002 sebagai visi Kota Padang Panjang (era Walikota Yohanis Tamin).
Kecuali itu, A.Nadjir Joenoes, mantan wartawan/cholumnis 1950-1960-an dan dosen ASKI/STSI Padang Panjang (1980-1990-an) di antara sambutannya pada HUT Kota Padang Panjang 23 Maret 1994, menyebut kota ini ini juga pernah dijuluki sebagai Mesir van Andalas oleh seorang penulis kebangsaan Belanda.
Sebutan tadi muncul menurut Nadjir, tokoh asal Nagari Jaho, tetangga sebelah timur Kota Padang Panjang itu, pasca kunjungan Rektor Universitas Al Azhar, Syekh A.Rahman Taj di Padang Panjang pada 1956, yang kaget mendapati ramainya pelajar dari berbagai daerah di Indonesia dan negeri jiran belajar di banyak pesantren kota ini.
Sebagai informasi, tadinya sebelum 2004, HUT Kota Padang Panjang dirujuk ke UU No.8/1956 tanggal 23 Maret 1956 tentang pembentukan Padang Panjang sebagai kota kecil. Sejak 2004 dirubah jadi 1 Desember 1790, didasari penelitian Christine Dobbine (Antropolog asal Belanda), yang menyebut; pada 1790 M Padang Panjang sudah kota modern (ukuran masa itu).
Kembali ke Thawalib Padang Panjang, tadinya hingga 1970-an, bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar (PBM) di perguruan ini dominan pakai Bahasa Arab, di samping Bahasa Indonesia dan Inggris. Itu termasuk pelajaran ilmu eksak (IPA) dan ilmu sosial. Tidak heran juga, tulisan di ijazah alumninya juga terdiri tiga bahasa tadi.
Itu sebabnya, tamatan Thawalib Padang Panjang yang terdiri tingkat MTs dan KUI itu tidak saja banyak jadi juru dakwah, guru/pimpinan pesantren dan dosen/dekan/rektor perguruan tinggi (PT) Islam/umum di tanah air. Tapi juga ada di petinggi militer, polisi, jaksa, hakim (pengadilan agama/umum), pengacara, pemerintahan, pengusaha dan lainnya.
Segelintir contoh di antara banyak alumninya yang sukses, seperti Prof.Dr.Ali Hasymi, mantan Gubernur Aceh (2 periode) dan Ketua MUI Aceh. Mansoer Daoed Dt.Palimo Kayo (mantan Dubes RI di Bagdad). Gazali Amna (mantan Anggota DPR-RI dari Aceh). Dan, Syukri Batubara (mantan Dirjen Kominfo RI).
Di balik sukses banyak alumninya di masa lalu, diduga yang ikut jadi penunjang antara lain, pola PBM yang memberi kemerdekaan murid bertanya pada guru, bahkan mendebat guru dengan sopan. Berikut, kegiatan ekstra kurikuler seperti latihan pidato, dakwah, protokol (MC), debat, seminar dan pramuka.(jym/yet).–