Pramuka Yuyun yang Tercabik

oleh

Saya memang tidak pernah diantar-jemput ke sekolah. Di desa kami, yang jauh dari keriuhan kota, berjalan kaki adalah kebiasaan. Adakah yang lebih indah bagi kami, selain menusuri jalan-jalan kecil desa? Menikmati sepinya suasana sambil bernyanyi kecil. Membayangkan sendau gurau teman-teman di sekolah tadi pagi.

Di sebuah tikungan, di areal yang sepi saya berjumpa beberapa teman lelaki. Mereka menghampiri saya. Saya kenal salah satunya. Dia adalah kakak kelas. Mereka mengajak saya bergabung duduk di sana, tapi saya menolak. Saya ingin cepat pulang. Saya juga tidak suka dengan bau mulut mereka. Bau arak menguap, seperti kecoa yang keluar dari got. Juga biji mata yang semerah saga.

Tapi mereka tidak suka ditolak. Satu orang menarik tangan saya dengan kasar. Saya menepisnya. Tiba-tiba dari belakang, seorang yang lain menyergap. Membekap mulut saya, menghalangi suara teriakan. Saya hampir kehabisan nafas.

Salah satu dari mereka memukul dengan keras. Saya terhuyung. Pandangan menjadi gelap. Yang lain membawa tali, mengikat tangan saya. Sambil terus meronta, saya berusaha melepaskan diri. Tapi tenaga mereka seperti banteng. Ke 14 lelaki itu, yang sebagian juga mengenal saya, telah memperlakukan saya seperti binatang. Saya dibanting dengan keras ke tanah, disusupkan diantara pepohonan.

Menarik dibaca