Pada zaman itu, suatu negara akan dianggap telah mempraktikkan sistem uang emas apabila negaranya telah memiliki standar emas dalam proses transaksi perdagangan. Seiring dengan berkembangnya transaksi perdagangan, maka akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, sehingga harta mereka juga makin meningkat.
Mata uang logam yang terstandarisasi dan bersertifikat baru hadir pada abad ke-7 SM. Pada masa ini, kerajaan Lydia atau sekarang Turki mengeluarkan uang logam atau koin pertama yang diakui.
Uang logam ini hadir pada masa pemerintahan Raja Alyattes dan terbuat dari elektrum atau campuran alami emas dan perak. Koin-koin ini menampilkan simbol kerajaan yakni seekor singa.
Putra Alyattes, Croesus sempat mereformasi mata uang kerajaan dengan membuat koin perak dan kon emas. Sejak saat itu, uang logam muncul di negara lain. Seperti India, China, dan negara lain yang mulai mencetak uang sendiri pada masa Kerajaan Syailendra pada abad ke-8 dengan bahan baku emas dan perak.
Mereka akhirnya memikirkan sebuah tempat yang aman untuk menitipkan uang-uang logamnya ke tempat tersebut, karena takut akan risiko pencurian. Biasanya, mereka akan menyimpannya di tukang emas atau pemuka agama.
Pihak-pihak yang dijadikan sebagai tempat “titipan” itu akhirnya memberikan mereka akta berbentuk kertas yang berisikan janji pihak penerima titipan. Akta-akta ini mendapatkan sambutan baik karena diterbitkan oleh seseorang atau lembaga yang mempunyai reputasi keuangan yang terpandang di suatu negara. Kemunculan akta-akta inilah yang menjadi pencetus dalam kemunculan sistem uang kertas.