Penerapan Full Day School Sudah Layakkah?

oleh

Dalam menuntut ilmu dibangku sekolah tidak harus difull time selama 8 jam. Anak masih membutuhkan masa istirahat, masa bermain dengan kawan-kawannya, mendalami belajar agama yang dianutnya diluar bangku sekaolah yang tetap.

Kalau terforsir selama 8 jam dibangku sekolah, kapan anak mau istirahat, kapan anak mau berkumpul/bermain dengat teman-temannya. Belum lagi sepulang sekolah masih diberikan beban tugas dari guru dan tugas tersebut harus dilaksanakan, lalu berusaha dicari di internet. Kalau anak di daerah perkotaan mungkin bisa berbagi dicari ke warnet atau kalau punya smartphone/anroid bisa.

Tetapi didaerah pelosok yang jauh dari kota, untuk mencari tugas yang dibebankannya oleh guru apakah bisa optimal?. Apakah seluruh anak-didik semuanya anaknya yang mampu, bisa beli smartphone, anroid . Taruhlah anak ini sekolah di kota dari pelosok desa terisolir karena mempunyai kemauan keras agar nanti dalam kehidupannya berhasil. Lantas anak tersebut mencari tugas di warnet setidaknya memakan waktu tidak cukup waktu sekitar 1 jam. Belum nanti mengerjakannya tugas di rumah dalam kondisi badan sudah capai.

Pertanyaannya di sini, kapan anak tersebut beristirahat dan kapan kesempatan berinteraksi bermain sama kawan-kawannya?”. Dengan demikian bisa arah dugaannya menciptakan pendidikan yang tidak sehat dalam proses penumbuh kembangkan pendidik anak. Andaikata anak-anak mengalami keletihan dan kecapai’an atau kelelahan ini juga sangat berbahaya, bisa awalnya gelaja typus, merambat lagi typus, lalu hebatitis, lalu sakit kuning. Sehingga dalam proses mencerdaskan bangsa ada rasa kekhawatiran bisa terjadi tidak sehat tak berjalan dengan koridor yang tepat dan berkualitas.

Menarik dibaca