Harapan untuk menjadikan guru profesional baru sebahagian harapan sebelah pihak. Padahal guru-guru sudah bersungguh-sungguh untuk menjadi profesional. Bukti kongrit pada saat ini dengan kebijakan baru yaitu kurikulum 2013 dihentikan (STOP).
Ini sebagai contoh permainan kekuatan yang berkuasa terhadap pendidikan, karena menurut teori pendidikan pergantian kurikulum memang semestinya harus dilakukan. Karena kurikulum harus sesuai dengan kebutuhan/tuntutan zaman dan kemajuan teknologi.
Tapi jika kurikulum telah berjalan sebagai perobahan dari kurikulum sebelumnya maka yang diperlukan adalah kata-kata evaluasi pada bahagian-bahagian mana yang menjadi kendala.
Jika hasil evaluasi tak memadai maka kata revisi yang paling cocok bukan STOP tak ubahnya seperti perhentikan kereta. Apalagi jika dilihat perjalanan kegiatan menuju proses implementasi kurikulum 2013.
Berapa banyak guru berprestasi yang telah dilatih dan meninggalkan proses belajar pada selang waktu tertentu di masing-masing di sekolah. Sehingga serapan ilmu pada anak didik akan terganggu selama kegiatan berlangsungnya untuk menciptakan guru instruktur kurikulum 2013.
Yang pada giliran selanjutnya diharapkan menjadi cikal bakal calon instruktur ditingkat propinsi, kota serta di sekolah masing-masing. Bahkan sudah triliun rupiah biaya yang sudah dikucurkan untuk pelatihan, pengadaan buku ajar untuk guru dan murid kemudian hasilnya kurikulum 2013 batal atau dilanjutkan bagi yang mau.