Berita menghebohkan terkait ayah rutiang atau pemerkosaan terhadap anak kandung seperti tidak henti-hentinya terjadi.
Seorang ayah di Kota Padang Panjang tega mencabuli anak perempuannya hingga hamil dan melahirkan. Aksi ayah cabuli anak kandung itu terungkap saat korban melapor ke Polres Padang Panjang, terkait tindak pidana pencabulan yang dialaminya. Akhirnya polisi menggelandang pelaku bejat itu pada Kamis (2/2/2023)
Aksi rudapaksa yang dilakukan berulang kali oleh pria berinisial AD (45) itu juga dilakukan pada toilet sebuah masjid di Tarok, Kecamatan Kuranji, Kota Padang. Polisi berhasil mengamankan pelaku dari amukan massa pada Senin (13/2/2023)
Aksi pemerkosaan terhadap anak kandung yang masih berusia 9 tahun juga terjadi di Bukittinggi. Bahkan,sebagaimana disampaikan Reskrim Polresta Bukittinggi, aksi cabul itu sudah terjadi 7 kali. Akhirnya Polisi mengamankan pelaku di rumahnya, Jl. By Pass Bukittinggi pada Kamis (23/2/2023)
Aksi pemerkosaan yang menyesakkan dada tersebut, seperti tiada henti. Korban yang sebagian besar anak-anak itu justru dimakan oleh orang terdekat. Bahkan, oleh ayah kandungnya sendiri.
Menyikapi hal ini, Pengamat Hukum dari Universitas Andalas Irmansyah menyebut, persoalan kekerasan seksual harus dapat dilihat dari berbagai aspek. Di antaranya, tertib sosial dan kurangnya budaya malu menjadi faktor berkembangnya kasus kekerasan seksual.
Segala jenis fenomena tersebut, sambungnya, dapat hilang di sekitar masyarakat jika mereka menerapkan rasa malu dalam kehidupan mereka sehari-hari. Hilangnya rasa malu tersebut menyebabkan masyarakat dengan mudah melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai norma sehingga terjadilah kasus yang dinamai pelecehan seksual.
Dengan demikian, Irmansyah mengatakan, hukum hadir untuk menegakan keadilan bagi para korban yang harus tanpa melihat siapa pelaku dan jangan sampai tebang pilih.
”Siapapun pelakunya, baik rekan, keluarga, orangtua dan terbaru dilakukan oleh tenaga pendidik seperti dosen, hal tersebut harus dihukum secara adil,” ujarnya.
Namun ia menekankan, jika hanya hukum yang ditegakan sampai kapanpun kasus kekerasan seksual tidak akan pernah sirna dari muka bumi. Untuk itu, kembalikan budaya malu ke diri masing-masing agar dapat menjauhkan diri dari perilaku-perilaku melanggar hukum seperti kekerasan seksual.
”Sebagai masyarakat Minangkabau bagaimana kita harus menggiatkan kembali budaya malu di lingkungan masyarakat. Serta, kita juga harus kembali ke adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Karena, hakikatnya setiap masyarakat yang memiliki malu pasti berpegang teguh kepada agamanya,” tekannya