Oleh : Riyon
Tahun 2018/2019 adalah tahun politik, baik untuk calon wakil rakyat di DPR, para kepala daerah bahkan sampai 2019 pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. RI.
Proses calon memilihannya adalah legalitas penuh segala aturan main, oleh pemerintah diberikan kepada KPU Pusat. Bahkan isupun berkembang menjadi polemik pihak KPU sendiripun mengeluarkan regulasi, yang antara lain bagi para tindak pidana khusus (pidsus), koruptor yang hukumannya lebh 4 tahun, termasuk sindikat narkoba, kekerasan terhadap anak dan terorisme tak diberikan haknya untuk mencalonkan diri sebagai entah itu wakil rakyat dan entah itu penjabat di lingkungan pemerintahan.
Hal ini menimbulkan kontra dan polemik elite politik di sejagad nusantara. Pasalnya ada pihak-yang sangat mendukung aturan KPU. Tetapi ada yang interupsi, itu namanya memasung hak kebebasan berpolitik sebagai berwarganegara. Kurasa kita harus memahami tenang UU Pemilu tersebut jangan sepotong-sepotong, secara menyeluruh.
Kalau permasalahan aturan yag ditetapkan oleh KPU menjadi suatu kontradiksi, lantas siapa sebagi penegahnya dengan jurdil tak melanggar norma-norma hukum?.Tak lain juga tak bukan kepada suara hati rakyat negeri ini sendiri. Kalau Indonesia menginginkan perubahan dan profesionalisme. Yang namanya wakil rakyat dari salah satu parpol duduk di kursi DPR memang mewakili suara rakyatnya yang memilih/mendukung pencalonannya.
Tetapi sebaiknya puya latar belakang sebagai panutan/tokoh masyarakat dan tak pernah berurusan dengan melanggar hukum, puya dedikasi moral yang tinggi. Apalah artinya integritasnya setinggi langit tetapi kalau moralnya tumpul ya samimawon!.