Pelaku Asusila Melapor, Sanksi Adat Pauh V, Berujung ke Ranah Hukum

oleh

Padang – Sanksi adat yang diberlakukan warga Benteng PLTG, Cupak Tangah, Pauh, Padang, Sumatera Barat, sepertinya akan melewati proses hukum.

Pasalnya, warga yang melakukan penangkapan pelaku asusila dan memberlakukan sangsi adat akan melewati serangkaian pemeriksaan di Polsek Pauh, Padang.

Hal ini dikarenakan para pelaku asusila melaporkan warga yang melakukan penangkapan dengan dengan pasal pemerasan dan penganiayaan.

Hal ini diungkapkan oleh pemuda  setempat Anggi Gusmiliardi (23) yang turut diperiksa oleh aparat kepolisian karena dugaan pemerasan dan penganiayaan.

“Kita menetapkan hukum adat terhadap pelaku asusila. Tetapi kita di laporkan ke pihak kepolisian,” ucapnya. Jumat (18/2)

Sebelumnya, terjadi penangkapan tindakan asusila oleh warga yang terjadi di Benteng PLTG Cupak Tangah, RT.01 RW.03, Kelurahan Cupak Tangah, Kecamatan Pauh, Kota Padang Selasa, 18 Januari dini hari berlanjut ke ranah hukum.

Sepasang sejoli bukan muhrim tersebut ditangkap warga dalam sebuah kamar si perempuan.

Laki-laki adalah FA warga Dhamasraya, Sumbar. Sedangkan wanitanya adalah NG seorang mahasiswi PTN dinKota Padang.

Saat penangkapan tersebut, warga memberikan hukum adat terhadap pasangan non muhrim ini.

“Atas dasar penggerebekan dan  pengakuan FA dan NG, dengan kesepakatan pemuda dan warga dijatuhkan sanksi dengan kesepakatan  100 sak semen dengan total 5 juta rupiah. Namun FA meminta potongan hingga menjadi 4 juta rupiah. Dan warga menyepakatinya,” tambah Anggi.

Anggi menambahkan, denda yang diminta tersebut diperuntukkan untuk pembangunan fasilitas umum seperti musala dan posko pemuda. Dan, Anggi membantah tidak ada pemuda dan warga melakukan pemerasan atau penganiayan di hari itu.

“Saya tegaskan uang yang diterima beberapa hari setelah itu adalah bagian sanksi adat yang berlaku di Kampung ini,” tegasnya.

Seperti yang di akui juga oleh tokoh masyarakat M. Nazif Malin Basa yang merupakan ketua KAN Nagari Pauh V Kec. Pauh Padang, dalam surat pernyataanya no.05/KAN P-V/II/2022. Bahwa pemberian sanski adat terhadap kedua pelaku adalah murni penegakan hukum adat, bukan pemerasan.

Jelang beberapa hari, warga yang melakukan penangkapan dan pemberi sanksi denda di laporkan oleh kedua pasangan non muhrim ini ke Polsek Pauh.

“Warga dilaporkan ke pihak Polsek Pauh dengan laporan Polisi bernomor LP/B/04/I/2022/SPKT/Polsek Pauh/Polresta Padang/Polda Sumatera Barat dan LP/09/1/2022/Sektor Pauh pada 5 Februari 2022,” jelasnya.

Terpisah, Kepala Unit Reskrim Polsek Pauh, I Made membenarkan, telah masuk laporan  dugaan pemerasan pada 21 Januari, tiga hari berselang setelah kejadian kemudian. Lalu, pasal penganiayaan dilaporkan pada 28 Januari, sepuluh hari pasca kejadian.

“Masuk laporan dari pihak perempuan lalu masuk juga dari pihak laki-laki,” katanya.

Kemudian, tahap selanjutnya, kepolisian akan menyerahkan berkas ke Kejaksaan Tinggi pada Senin, 21 Februari mendatang. Sebelumnya, ia sudah menganjurkan untuk berdamai.

“Kita sarankan untuk bersama tapi rupanya berlanjut lagi dan kita sudah panggil terlapor dan setelah ini kita akan berikan kasus ini ke Jaksa untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya,” katanya.

Doni Penyidik Reskrim Polsek Pauh mengatakan saat ini masih dalam pemeriksaan saksi-saksi, diperkirakan sebanyak dua orang saksi yaitu pelapor dan temannya. Ia enggan berkomentar banyak termasuk hasil visum.

“Dalam penyelidikan ada yang dapat diberikan dan dikabarkan nanti setelah selesai penyelidikan, kami tidak ada memperlambat, menutupi dan semacamnya,”  katanya. (Sdq)

Menarik dibaca