Oleh : Egi Evelyn Septiarini
Rasisme adalah salah satu kasus yang tidak umum lagi terjadi di Amerika Serikat. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya tingkat kejahatan yang berdasarkan rasis di Amerika Serikat
Dikutip dari berbagai sumber, Amerika Serikat menempati tempat teratas negara paling rasis. Rasisme yang terjadi di Amerika tidak hanya sekedar sebuah cemoohan tetapi sangatlah parah. Hal ini tentu saja menarik perhatian dunia dan masyarakat mulai memberikan pendapatnya terhadap kasus rasisme ini. Termasuk diantaranya adalah mahasiswa Universitas Andalas.
“Rasisme itu adalah sikap membeda-bedakan orang berdasarkan perbedaan yang mereka punya contohnya ras, warna kulit, agama, asal negara dan lain-lain. Contohnya ketika sekelompok orang melakukan tindakan yang membeda-bedakan orang lain berdasarkan perbedaan yang mereka miliki.” Ungkap Dearosi Nur Hanisyah, Mahasiswi Sastra Inggris di Universitas Andalas.
Kejamnya rasisme di Amerika Serikat ini bisa dilihat dar kasus kematian George Floyd (orang berkulit hitam) yang terbunuh ditangan polisi (orang kulit putih) di Minneapolis, Minnesota, Amerika Serikat pada tahun 2020 silam.
Rasisme di Amerika Serikat itu parah sih, karena sudah menyebabkan kematian apalagi di lakukan oleh polisi, hal ini menunjukkan orang kulit putih masih menganggap orang kulit hitam itu sebagai kriminal. Stereotype yang mereka miliki masih sama dan tidak berubah sama sekali,” ujar Nadira Gustifani, Mahasiswi jurusan Sastra Inggris di Universitas Andalas.
Nadira berpendapat bahwa rasisme yang ada di Amerika Serikat masih sama seperti yang dulu, masih sangat parah, dan tidak menunjukkan perubahan sama sekali. Orang kulit putih masih saja melakukan tindakan rasisme kepada orang kulit hitam yang mana padahal mereka sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang setara sebagai warga negara Amerika Serikat
“Kasusnya tentang George flyod kan membeli rokok pake duit palsu, terus akhirnya polisi datang yang bernama Chauvin. Chauvin menginjak dan menahan kakinya ke leher George, harusnya sih masalahnya bisa diselesaikan dengan baik baik, terus kenapa Chauvin harus nekenin kakinya ke leher George selama 9 menit, dengan otoritasnya sebagai polisi terus dia semena mena memperlakukan orang jatuhnya dia gak punya simpati terhadap sesama. Hanya karena perbedaan ras, dia ngelakuin hal itu, sangat gak masuk akal. Setiap orang memiliki hak masing-masing,” ujar Azura Mulyani Putri, Mahasiswi jurusan Bahasa Inggris di Universitas PGRI Sumatera Barat.
Menurut pandangan Azura, hanya karena otoritas yang sesorang miliki lantas tidak membenarkan bahwa sesorang tersebut bisa melakukan tindakan rasisme kepada orang lain. Sangatlah tidak masuk akal bagi seseorang dengan kekuasan, kemudian melakukan tindakan rasisme hanya karena mereka menemukan adanya perbedaan diantara mereka. Hal ini sangat tidak simpatik dan tidak menjunjung tinggi hak asasi manusia
Maraknya tindakan rasisme di Amerika Serikat tidak hanya terjadi sekali dua kali. Tindakan rasisme ini tidak hanya verbal, tetapi fisikal yang berujung pada kematian. Hal ini terjadi berkali-kali dan sangatlah diperlukan adanya tindakan pencegahan untuk menghentikan kejadian ini terulang.
“Untuk mencegah atau mengurangi kasus rasisme salah satu caranya bisa dilakukan dengan mengadakan kampanye-kampanye seperti Black Lives Matter dan Stop Asian Hate. Walaupun negara Amerika sudah maju, tetapi hal ini tidak bisa menjadi patokan bahwa pemikiran masyarakatnya juga maju. Rasisme itu ngga bisa dikaitkan dengan tingkatan pendidikan seseorang, hal itu lebih ke karakter seseorang.” Ungkap Merry Prihandayani Sali, Mahasiswi jurusan Sastra Inggris di Universitas Andalas.
Rasisme dapat dicegah dengan mengadakan kampanye. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa peduli terhadap sesama agar hal yang sama tidak terjadi lagi.
Rasisme itu udah ngga zaman lagi, sih. Orang-orang harus stop menaruh kebencian yang berlebihan terhadap orang lain. Hal itu sangatlah tidak manusiawi dan inappropriate. Mari menabur kasih sayang daripada menabur kebencian.” imbuh Merry (*)