Atau ketika regulasi sudah jadi, perintah diturunkan berkali-kali, tapi eksekusinya berjalan lamban sekali. Melihat kelakuan anak buah kayak begini, mana ada pemimpin yang tidak “angry” (berang). Untunglah Presiden Jokowi marahnya masih terkendali, tidak sampai memaki-maki. Banyak pemimpin di dunia pemerintahan yang kalau marah dengan gampang melontarkan nama-nama fauna di kebon binatang.
Sesudah marah reda apa tindak lanjutnya? Kalau anak buah tidak juga berubah, pemimpin harus menindaknya dengan tegas, alias dicopot saja. Bukankah mutasi perkara biasa dalam suatu organisasi birokrasi? Bisa saja dia dipindah ke tempat lain, yang lebih sesuai kemampuannya.
Atau diberhentikan tapi dicarikan jalan penyelamatan, seperti di-Dubes-kan dan di-Dekom-kan. Pilihan terakhir dilepaskan tanpa jabatan dengan risiko mereka akan jadi oposan. Ke muka hendaknya hati-hati memilih anak buah.
Jangan sampai salah meletakkan orang dalam jabatan. Tukang kayu tidak bakal mungkin bisa menjadi tukang batu yang baik.
Jangan pula kita keliru memberi hadiah kursi jabatan tinggi se level menteri pada orang yang pernah memberi konstribusi sehingga kita jadi petinggi, padahal dia tidak berisi atau kapasitasnya belum mumpuni.