Dia menegaskan, industri kelapa sawit selalu menjadi isu strategis, baik di tingkat regional maupun global. Isu strategis itu dipicu oleh aspek keuntungan dan kerugian.
Di satu sisi, industri kelapa sawit dinilai telah memberikan peran penting bagi perekonomian nasional. Diantaranya, mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan.
Namun di sisi lain, dipandang belum memberikan dampak yang signifikan khususnya bagi “daerah penghasil” yang dapat menjadi salah satu sumber dana pembiayaan penyelenggaraan otonomi daerah.
“Akibatnya tidak berimbangnya dana bagi hasil ke daerah, membuat daerah-daerah penghasil masih mengandalkan pada dana transfer dari pusat yang pada gilirannya membuat daerah bergantung pada dana transfer dari pusat, akibat lebih jauhnya memperlemah otonomi di satu sisi, dan memperkuat hegemoni pusat di sisi yang lain,” tukas Wakil Ketua DPD RI tersebut.
Ia menambahkan, tidak mengalirnya pajak kelapa sawit mentah (CPO) ke daerah penghasil, karena kebijakan regulasi yang kurang tepat. Tercermin dari pengaturannya dalam Undang-Undang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
Hal yang menentukan secara ilmiah bahwa DBH yang bersumber dari sumber daya alam hanya berasal dari Penerimaan kehutanan, berasal dari Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan dana reboisasi yang dihasilkan dari wilayah daerah yang bersangkutan.