“Ini saya alami sendiri ketika membawa pihak asing untuk berinvestasi hydropower di Kerinci tahun 2000 lalu. Namun karena birokrasinya sangat berbelit, hingga akhirnya mereka angkat kaki dan sampai sekarang tidak ada yang mengelola lagi,” ujarnya.
Jadi dengan omnibus law, diharap semua birokrasi diputus dan disederhanakan, sehingga mempermudah masuknya investasi untuk pemulihan ekonomi apalagi pasca pandemi covid-19 ini.
Dia menegaskan bahwa urgensi dari Omnibus Law Cipta Kerja adalah adanya dinamika perubahan global, perlu respons yang cepat dan tepat, dan tanpa reformulasi kebijakan, maka pertumbuhan ekonomi akan melambat.
Pasalnya RUU tersebut merupakan jawaban dari berbagai persoalan, salah satunya tumpang tindihnya peraturan perundang-undangan yang kerap jadi penghambat iklim investasi di Indonesia serta menjawab bonus demografi usia produktif.
“Omnibus law tak hanya memberikan keuntungan di satu sektor. Namun berkesinambungan. Sehingga persentase dalam upaya mewujudkan Indonesia maju lebih besar. Tak hanya membuka lapangan kerja saja, tapi mampu menyerap tenaga kerja yang sebesar-besarnya dan mengurangi angka pengangguran secara signifikan. Lebih dari itu, perekonomian sebagai sistem penggerak negara akan mampu melesat tinggi untuk memeratakan kesejahteraan rakyat Indonesia,” pungkasnya. (rel)