“Saya minta, Pemerintah harus menyiapkan regulasi serta program peningkatan kapasitas UMKM, agar para pelaku UMKM dalam negeri bisa unggul di negeri sendiri”, tegasnya.
Nevi merujuk, bahwa telah diketahui pada tahun 2019, Indonesia melalui Kementerian Keuangan mengkaji dampak RCEP bagi perekonomian Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa dampak RCEP terhadap peningkatan produk domestik bruto (PDB) Indonesia selama periode 2021 – 2032 hanya 0,05 persen.
Jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang akan didapatkan oleh negara RCEP lainnya. Seperti Vietnam 0,66 persen, Korea 0,51 persen, Malaysia 0,35 persen dan Thailand 0,21persen.
Namun, tidak ada pilihan bagi Indonesia. Selain tetap bergabung di RCEP dan melakukan upaya penyesuaian struktural. Untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing.
Karena berdasarkan kajian Kementerian Keuangan apabila Indonesia memilih untuk berada di luar RCEP dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi (PDB) menjadi -0,07 pers.
“Saya mendorong kepada pemerintah, agar ada peningkatan laju PDB dari hanya 0,05 persen. Agar tidak terlalu timpang dibanding negara RCEP lainnya. Perlu ada Instrumen kebijakan yang tepat untuk menjadi regulasi yang dapat di eksekusi agar perjanjian internasional ini selalu dapat menguntungkan negara kita”, tutup Nevi Zuairina.