“Namun sayangnya kontribusi BUMN dalam memberikan deviden ke negara tidak maksimal. Menurut data yang dipublikasikan oleh Laporan Keuangan pemerintah Pusat (LKPP) pada tahun 2018 total penerimaan pemerintah dari pembayaran deviden BUMN hanya sebesar RpRp 45,06 triliun dan itu sekitar Rp38,74 triliun atau setara dengan 85,97% dari total dividen yang diterima pemerintah ternyata hanya berasal dari 10 BUMN saja,” kritik Anggota FPKS ini.
Politisi PKS ini memaparkan berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh Kejagung pada Februari 2021, kasus PT Asabri ini diawali dengan adanya kesepakatan yang dibuat oleh manajemen PT Asabri periode 2011-2016 dan periode 2016-2020 dengan Benny Tjokrosaputro (BTS) alias Bentjok dan Heru HIdayat (HH) untuk mengatur dan mengendalikan portofolio investasi Asabri dalam bentuk saham dan reksa dana.
Banyak hal yang sangat disayangkan, salah satunya kesepakatan yang diambil oleh kedua orang yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi tersebut justru membuat rugi perusahaan dan sebaliknya yang diuntungkan adalah kedua pihak tersebut.
“Pembenahan tata kelola BUMN seharusnya diawali dengan pembenahan jajaran Direksi dan Komisaris yang ada di perusahaan BUMN, mengingat posisi mereka memiliki peranan yang sangat penting dalam menjalankan BUMN”, kata Nevi.