Untuk pembangunan sekolah SMA, terangnya, pihak nagari dan tokoh masyarakat telah mempersiapkan lahan.
Ia mengatakan masyarakat saat ini masih menggunakan perahu atau dikenal masyarakat di daerah itu dengan nama ponton menggunakan tenaga manusia sebagai alat perlintasan aliran sungai sekitar 85 meter.
Ponton dengan ukuran sekitar 6×5 meter itu pun hanya bisa digunakan untuk melintaskan warga dan kendaraan roda dua. Menurutnya setiap harinya ratusan warga melakukan penyebarangan dengan dikendalikan oleh tiga orang petugas ponton.
Kondisi seperti ini sudah dirasakan puluhan tahun. Sebab ponton menjadi satu-satunya pilihan untuk sampai di Mandiangin dan Katiagan. Jika hujan, air sungai besar warga tidak bisa melakukan aktivitas.
Ia mengakui memang sebelumnya masyarakat jembatan darurat dengan panjang 180 meter dan lebar 1,8 meter namun saat ini jembatan tersebut sudah rusak. “Kami sangat mengharapkan adanya bantuan pemerintah baik pemda , pemda provinsi maupun pemerintah pusat untuk membangun jembatan yang permanen. Sebab dengan bentang sungai dan panjangnya akan memakan biaya yang tinggi,” katanya.
Nagari Katiagan terdiri dari dua kejorongan yakni Jorong Katiagan dan Jorong Mandiangin dengan jumlah penduduk 8000 orang.