Oleh : Feri fren (Widyaiswara LPMP Sumbar)
Tergelitik mendengar cerita dua orang pengemis sewaktu berada diatas angkot dari Simpang Haru menuju pasar raya Padang. “Lai sato julo-julo saratuih ribu sahari ni?” kata seorang pengemis yang lebih muda kepada temannya yang lebih tua. “Ambo kini indak sato doh, ambo sato julo-julo tipi (televisi) se kini nyodiak”.
Dalam pemandangan lain, pernah juga kita melihat dua orang pengemis yang kebetulan duduk berdekatan pada suatu sore dari Padang menuju Solok. Mulai dari Simpang Haru sampai ke panorama dua Sitinjau Laut yang letaknya hampir pada perbatasan antara Kota Padang dengan Kabupaten Solok. Kedua orang pengemis tersebut masih juga belum selesai menghitung dan merapikan uang yang mereka peroleh dari hasil mengemis pada hari itu.
Dalam hati saya berfikir, cukup banyak juga ya uang yang mereka peroleh dari hasil mengemis. Menurut perkiraan dan hitungan saya,uang yang mereka peroleh tidak kurang dari empat ratus ribu rupiah. Sebab dari cara menghitung uang, setiap sepuluh ribu di tandai dengan lipatan dengan uang lain dan setiap seratus ribu juga ditandai. Bila dibandingkan dengan gaji saya sebagai seorang pegawai negeri sipil golongan empat dengan masa dinas 24 tahun, jika dibagi perhari masih kalah dengan pendapatan harian mereka rasanya.