Hal ini pasti tidak akan terjadi manakala siswa kita sudah dibiasakan berfikir HOTS dalam pembelajaran. Hal ini juga tidak akan terjadi kalau pembelajaran di kelas sudah memfasilitasi siswa untuk bernalar, berfikir kritis, mencari solusi dari suatu permasalahan, menemukan, dan mencipta.
Fakta di lapangan yang kita saksikan adalah ketika akan mengikuti UN siswa dibebani dengan belajar tambahan sore yang substansinya adalah membahas soal-soal. Ironisnya ketika soal yang diujikan itu berbeda dengan soal yang dibahas saat belajar tambahan. Siswa tidak mampu menjawabnya. Ini disebabkan oleh tingkat kemampuan berfikir mereka yang masih rendah.
Ketika belajar tambahan bukan kemampuan berfikir tingkat tingginya yang dikembangkan, melainkan membahas soa-soal. Mereka belum terlatih untuk berfikir HOTS, menalar, berfikir kritis, mencari solusi, menemukan, dan menciptakan sesuatu. Kalau kemampuan berfikir siswa kita sudah HOTS, apapun model soal yang diujikan mereka akan mampu menjawabnya.
Solusi dari permasalahan ini sebnarnya sudah ada pada substansi Kurikulum 2013 (K 13). Pada K 13, kemampuan berfikir tingkat tinggi itu sudah harus dimulai pada pendidikan dasar (SD dan SMP). Tugas-tugas pembelajaran sudah semestinya HOTS. Siswa harus sudah dibiasakan bernalar, memberikan solusi, berfikir kritis, memprediksi, menemukan sesuatu, dan sampai menciptakan sesuatu. Namun demikian, implementasinya perlu dipastikan terlaksana di lapangan. Siswa tidak lagi ditanya tentang apa, siapa, dimana; tetapi mereka sudah harus dibiasakan menjawab pertanyaan bagaiman, apa yang akan terjadi jika, kelanjutan ceritanya bagaimana, temukanlah, ciptakanlah, bagaimana kelanjutan ceritanya, dan lain-lain.