Mencabik Jilbab dari SMK 2 Padang

oleh

Rusmadi mengaku, persoalan ini mengemuka saat ada siswi yang tampil berbeda. Maka dipanggil oleh Guru BK. Malahan, siswi ngotot ingin mendatangkan orang tuanya ke sekolah.”Kehadiran orang tua siswi tersebut diterima wakil kepala sekolah. Saat bertemu dengan wakil kepala itulah perekaman itu terjadi. Namun, saya tidak ingin hal ini menjadi polemik dan hanya fokus untuk penyelesaian,” ujarnya.

Menariknya, persoalan di SMKN 2 Padang menjadi bola liar. Berbagai pihak yang memiliki kepentingan terselubung berupaya menggoreng dengan aneka ragam bumbu. Malahan, yang tidak bisa menggoreng ikut berupaya mengambil peran. Mereka seperti punya target agar Jilbab tercabik dari Ranah Minang. Semua telah dimulai dari SMK 2 Padang.

Padahal pendidikan juga bagian dari otonomi daerah. Mestinya, mereka menghargai kearifan lokal, seperti Bali, Yogyakarta, Papua dan sebagainya.

Tapi, yang terjadi justru sebaliknya. Mengkoyak kearifan lokal Ranah Minang. Yang dilempar oleh orang yang mengaku menjunjung tinggi Pancasila atau Pancasilais. Bukankah, kearifan lokal juga bagian dari penjabaran butir Pancasila. Bukankah kita disuruh beradab yakni sopan, bertatakrama. Baik tindak tanduk maupun cara berpakaian yang menutup aurat. Agar terhindar dari nafsu bejad.

Menarik dibaca