Memanjakan Bumi Dengan Kearifan Lokal

oleh

“Bumi Bukan Warisan Dari Nenek Moyang Melainkan Titipan Buat Anak Cucu Kita.” Adagium ini menjadi pijakan para pecinta lingkungan.

Baca Juga : Hidup Hemat, Bumi Selamat

Memang, kalau kita berpandangan bahwa bumi ini merupakan warisan nenek moyang, kita akan cenderung mengeksploitasinya dengan semena-mena. Hutan kita tebang dengan membabi-buta, perut bumi kita keruk sebanyak-banyaknya, minyak bumi kita eksploatasi tak terkira. Lalu kita membuang sampah di sembarang tempat.

Namun, tidak ada keinginan untuk berupaya untuk melestarikannya kembali. Tidak akan pernahmelakukan penghijauan. Bahkan akan berseru: “Biarin bumi ini rusak! Toh, ini warisan dari nenek moyang kita!”

Berbeda kalau kita berpandangan bahwa bumi ini titipan dari anak cucu kita. Layaknya sebuah titipan, kita kelak harus mengembalikannya minimal sama dengan saat kita menerima. Syukur kalau kondisinya lebih baik. Konsekuensinya, kita harus menjaga kelestarian bumi ini.

Padahal bumi perlu dimanjakan agar dia juga bisa memanjakan kita. Jangan biarkan bumi itu marah, dengan memperlihatkan keperkasaannya. Jika dia marah, maka tidak hanya harta benda, malahan nyawa taruhannya. Bahkan, para bocah akan menjadi trauma akibat keganasannya.

Seperti yang telah dia perlihatkan hampir setiap saat. Infrastruktur hancur, perumahan berlumpur, jiwapun terkubur dan pada akhirnya semua menjadi hancur lebur.

Padahal, kalau kita mau berkaca ke masa lalu, betapa orang tua kita memanjakan bumi. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan selalu berpihak pada bumi. Seperti, upacara turun mandi bagi anak yang baru lahir. Bako, tidak hanya membawa minyak tanah, tapi juga ayam betina dan cikal kelapa. Dari bawaan tersebut, ayam betina dan cikal kelapa merupakan bentuk kepedulian terhadap bumi.

Ayam betina untuk dikembangbiakan sebagai bekal jangka pendek oleh anak yang turun mandi. Ayam betina jika sudah beranak pinak jelas menguntungkan bumi. Karena, tahinya bisa menyuburkan tanah, serta menciptakan jaringan atau rantai kehidupan.

Sementara, cikal kelapa merupakan modal kehidupan untuk jangka panjang. Apalagi, semua yang ada pada kelapa bisa dimanfaatkan untuk kehidupan. Lebih dari itu, menanam kelapa berarti sudah ikut berkontribusi dalam menyelamatkan bumi. Apalagi, saat ini bumi semakin panas yang membutuhkan obat mujarab. Salah satu obat mujarab itu adalah penghijauan agar bumi kembali sejuk.

Sayangnya, budaya upacara turun mandi, semakin jarang ditemukan. Padahal sangat bermanfaat untuk memanjakan bumi. Jika hal ini kembali digali dan dibudayakan, niscaya bumi akan senang. Apalagi, kalau semua pihak ikut menghijaukan bumi dengan berbagai model, tentu bencana akan semakin jauh. Lantaran, bumi akan memperlihatkan senyumannya menyambut kehidupan ini.

 

Menarik dibaca