Bagi sekolah-sekolah yang tidak mau dan tidak mampu memperbaiki mutunya secara berkelanjutan, sekolah tersebut tidak akan mendapatkan tempat di hati masyarakat. Akhirnya tidak ada orang tua yang mau menyekolahkan putra-putrinya untuk melanjutkan pendidikan di sekolah tersebut. Akhirnya sekolah tersebut ibarat kerakap tumbuh di batu, hidup segan mati tak mau.
Oleh karena itu, prinsip perbaikan mutu berkelanjutan pada setiap sekolah wajib untuk diterapkan. Sekolah harus mampu memenuhi bahkan melebihi harapan dan tuntutan masyarakat. Semua itu akan dapat dicapai dengan melakukan perencanaan yang matang secara bersama-sama dalam kegiatan lokakarya sekolah.
Berbicara masalah mutu, menurut Crosby adalah sesuatu yang disyaratkan atau distandarkan (Conformance to requirement), sesuai dengan standar mutu atau indikator mutu yang telah ditentukan, baik dari segi input, proses, maupun outputnya. Maka dari itu, mutu pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah harus memenuhi indikator mutu yang sesuai dengan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Garvin mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik suatu mutu,yaitu kinerja, tampilan, kehandalan, konfirmasi, daya tahan, kompetensi pelayanan, estetika dan kualitas.