Leonardy menyebutkan, memang jelang pilkada telah terjadi beberapa hal yang memunculkan kekhawatiran. Persoalan masih ada 50.000 pemilih khusunya milenial yang belum memiliki KTP elektronik, logistik pemilu yang masih kurang, 6.729 orang dari 112.932 petugas KPPS dan Linmas yang reaktif hasil rapid test mereka dan harus menjalani tes usap (swab test).
Lalu beberapa ratus orang diantaranya dinyatakan positif covid-19 dan tidak dibolehkan bertugas sebagai anggota kelompok petugas pemungutan suara (KPPS).
“Terakhir 168 orang yang telah menjalani swab test itu dinyatakan positif covid-19 dan harus menjalani isolasi. Ada 1.299 KPPS yang reaktif hasil rapid testnya telah mengundurkan diri dan telah dilakukan penggantiannya. Artinya petugas yang sehat saja yang bertugas,” ulas Leonardy.
Meski demikian Leonardy menyatakan bahwa pemilih harus tetap menjaga keselamatan diri sendiri dengan mengenakan masker. Sebelum masuk TPS disarankan cuci tangan dengan sabun atau hand sanitizer yang disediakan serta dicek suhu tubuhnya sebelum memasuki TPS. Jika suhu tubuh sangat tinggi (lebih dari 37,5 derajat celcius) maka pemilih bersangkutan tidak diizinkan masuk ke TPS.
Data pemilih dicek lalu ditandai oleh petugas dan disuruh menunggu giliran. Saat akan mencoblos, pemilih diberi kertas suara dan sarung tangan plastik sehingga meminimalkan perpindahan virus corona lewat paku yang digunakan secara bergantian. “Setelah mencoblos, sarung tangan dibuang dan tinta tanda telah mengunakan hak pilih diteteskan kepada pemilih. Bukan lagi dengan mencelupkan tangan ke botol tinta seperti pemilihan-pemilihan sebelumnya,” urainya.