Oleh: Bambang Putra Niko
Berbicara seputar kompetisi kira-kira apa yang tergambarkan oleh pikiran kita? Tentu saja jawaban nya sangat variatif. Hal ini dikarenakan , setiap individu sudah pasti memiliki ciri khas masing-masing dan berbeda hal pula untuk mengutarakan aneka ragam imajinasi mereka.
Ada yang menjawab bahwa kompetisi adalah bersaing untuk merebutkan sesuatu, pertempuran antara satu regu dengan regu yang lain sebagai kegiatan dalam perlombaan. Ada pula yang berprinsip kompetisi itu merupakan suatu jalan untuk menuju kemenangan. Keseluruhan argumentasi tersebut, secara logika benar. Berkompetisi berarti berjuang untuk memperoleh, bersaing untuk menang dan berlomba untuk menjadi juara.
Namun tahukah atau sadarkah kita sebagai manusia kompetisi seperti apa yang menyelamatkan hidup kita nanti nya di dunia maupun akhirat?.
Sebelum lebih lanjut meneruskan bacaan ini, penulis meminta waktu anda pembaca yang budiman agar meluangkan waktu beberapa menit saja dengan instruksi berikut;
Sekarang coba Pejamkan sejenak mata anda, damaikan hati sambil mengusap-usap dada dengan tangan kanan, serta tenangkan pikiran. Hilangkan kecamuk masalah yang membelenggu, sehingga tidak ada lagi gangguan-gangguan lain yang dapat menghambat konsentrasi anda.
Lalu temukan jawaban seutuhnya! kompetisi apa yang mampu membuat hidup manusia selamat dunia dan akhirat?
Tak lain jawaban nya menurut penulis ialah “Kompetisi Kebaikan”. Sudah banyak kah kita berbuat baik/amal?
Sesering apa prilaku kita mampu menyenangkan hati pribadi lain? Rezki mu yang lebih adakah digunakan untuk membantu kaum fakir miskin dan anak terlantar? Kakek- Nenek jompo di tinggal keluarga sebatang kara dan mengemis dijalanan, tergugahkah mata hati kita mendengarkan tangisan kehidupan mereka? Koin seribu sudah mampu menghilangkan rasa dahaga nya, beras sekaleng susu juga dapat menghentikan kelaparan tetangga mu dengan satu orang anak dan berkat uluran tangan, mereka yang menerima pasti pula ikut mendoa’kan kesuksesan yang budiman.
Berbuat baik bukanlah implementasi sulit apabila kita tahu akan rasa sakit orang lain. itulah fungsi manusia selaku makhluk sosial. Hidup saling membantu dan tak bisa hidup sendiri-sendiri sehingga mengikat suatu hubungan saling ketergantungan. Maksud membantu juga tidak semua menyoal materi sebab berbuat kebaikan bisa berwujud dalam bentuk apapun.
Seseorang rekan pernah berkata “ bagaimana saya bisa bantu orang, toh hidup baru pas-pasan, kalau saya kaya nanti ya boleh lah”.
Lantas timbul satu pertanyaan lagi dalam benak penulis. Apakah untuk mewujudkan kebaikan-kebaikan itu harus berstatus kaya terlebih dahulu?. Bagaimana jika seumur hidup nya tidak kunjung kaya dan berakhir dengan kehidupan pas-pasan? Atau Haruskah menunda-nunda berbuat baik sampai dapat status kaya tersebut? No! I think , it’s not answer.
Status kaya bukan jawaban agar seseorang berlomba-lomba atau berkompetisi berbuat kebaikan. Segala sesuatu memang berawal dari niat dan keikhlasan yang tulus. Hidup sederhana, kaya bahkan sampai dengan taraf kemiskinan selalu memungkin manusia bisa tampil melakukan praktik baik.
Kompetisi di jalan kebaikan itu, tentu untuk mendapatkan ridha Allah. Alhasil, akan menanam bibit ketenangan dan memperkuat ketetapan dalam hati akan selalu cinta pada kebaikan serta jauh dari rasa iri hati kebencian dan segala hal yang merupakan aib dalam pandangan manusia.
Bila kompetisi kebaikan semakin hari semakin melekat dalam kehidupan manusia. Ia akan membentuk jiwa tiap individu memperkokoh rasa kemanusiaannya memperbesar daya juangnya untuk memerangi kebatilan dan menghentikan kerusakan di bumi, dengan demikian berpegang teguh atas perintah-perintah sang pencipta pada kontinitas kompetisi kebaikan, insya allah selamat hidup dunia dan akhirat