SPIRITSUMBAR.COM, Jakarta – Penyelesaian konflik kehutanan dan lahan serta percepatan Reforma Agraria merupakan program prioritas Pemerintahan sekarang ini.
Akan tetapi penyelesaian konflik kehutanan dan lahan serta Reforma Agraria khususnya di Daerah tidak berjalan dengan baik seperti yang diharapkan. Lebih dari 20 persen dari kawasan hutan dipengaruhi sebagian besar karena sengketa izin untuk pertambangan, hutan tanaman industri atau perkebunan kelapa sawit.
Banyak faktor yang saling terkait berkontribusi dalam konflik ini, seperti ketidakpastian hukum yang disebabkan oleh yurisdiksi bertentangan atau tumpang tindih, lemahnya penegakan hukum, perizinan yang tidak terkoordinasi (dan sering ilegal) dan prosedur perizinan.
Juga, korupsi yang merajalela dan meningkatnya permintaan global untuk lahan, makanan, energi terbarukan, infrastruktur, dan konservasi. Pihak yang paling terdampak akibat konflik di kawasan hutan adalah masyarakat yang berada di kawasan Hutan.
Dengan adanya program Reforma Agraria dan Perhutanan Sosial, diharapkan berbagai konflik yang terjadi dikawasan hutan dapat diselesaikan dengan baik dan berpihak kepada kepentingan masyarakat khususnya masyarakat di kawasan hutan (termasuk masyarakat adat).
Oleh karena itu, sebagai bentuk komitmen Komite I yang merupakan “orang daerah” telah sepakat untuk membentuk Tim Kerja bersama Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLHK) RI. Tim Kerja ini nantinya menjadi wadah alternatif bagi penyelesaian berbagai konflik kehutanan di kawasan hutan dan sekaligus mendorong percepatan Reforma Agraria dan perhutanan sosial di Daerah.