Lain halnya, Komisioner Bawaslu Muhammad Afifuddin menjelaskan beberapa catatan regulasi pilkada dan menginginkan adanya revisi terhadap Undang-Undang Pilkada terkait dengan Bawaslu.
“Beberapa usulan perbaikan sudah kami ajukan ke Kemendagri dan Presiden juga. Tiga poin utama secara tematik problematika definisi dan nomenklatur pengawas di kabupaten/kota yang jumlahnya bervariasi 3-5 orang, padahal pada UU Pilkada jumlahnya hanya 3 dan adhoc sehingga kami perlu payung hokum. Kemudian kewenangan lembaga misalnya penanganan pelanggaran administrasi yang Terstruktur Sistematis Masif (TSM) belum ada pada UU 10 Tahun 2016, kemudian bedanya penanganan pelanggaran pada PIlkada sifatnya hanya rekomendasi beda dengan pemilu serentak yang bisa melalui putusan siding secara ajudikasi, ini menjadi hal yang perlu direvisi,” papar Afifuddin
Komite I meminta Bawaslu untuk memastikan Perlindungan Hak Pemilih dengan mengoptimalkan validitas data pemilih, menyederhanakan proses validasi data pemilih, dan memastikan terdatanya Pemilih yang berhak dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)/ Daftar Pemilih Tambahan. Seain itu, KPU diminta untuk mempermudah pemilih yang berhak untuk memberikan hak pilihnya di Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan menggunaka Nomor Induk Kependudukan (NIK).Komite I saat ini bersama KPU dan Bawaslu sepakat perlunya kajian lebih lanjut dalam upaya mendorong revisi terhadap Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang penetapan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.