SPIRITSUMBAR.com, Pasaman Barat – Cik Lis begitu orang sekitanya memanggil perempuan 65 tahun itu. Sudah tiga hari berteduh di bawah tenda terpal lusuh.
Wanita sebatangkara ini hanya memanfaatkan sehelai tikar untuk menjadi pembatas antara kulitnya yang keriput dengan tanah tempatnya mengungsi. Tubuhnya yang ringkihpun tak kuasa hanya untuk mencari sebatang bambu untuk menautkan tali pengikat agar tendanya tak diterbangkan oleh angin.
Kesabaran Cik Lisma setelah ditimpa musibah gempa bumi pagi Jum’at lalu benar-benar diuji, manakala dia diantara sekian banyak warga Jorong Limpato, Nagari Kajai, Kecamatan Kajai Pasaman Barat tak mendapat perhatian sepenuhnya, karena sumberdaya daerah setempat yang terbatas.
Tenda standar di lokasi pengungsian di tanah lapang setempat tidak mampu menampung 300 an kepala keluarga. Akibatnya sejumlah warga terpaksa mendirikan tenda dengan memanfaatkan bahan seadanya.
Di atas kesabaran, Cik Lis yang matanya nanar karena termakan usia menerawang sosok yang datang menuju ke arahnya. Siapa lah gerangan? Barangkali begitu gumamnya. Ditengah upayanya menautkan tali terpal karena hujan mulai rintik, seseorang datang meraih tali terpal Cik Lisma. “Permisi mak, bagai mana keadaannya di sini? begitu tanya sosok itu memulai pembicaraan.
Didatangi orang belum dikenal dengan nada ramah tentu membuat Cik Lis sedikit terkejut. Ia yang awalnya duduk bergegas berdiri. Lalu mulai menceritakan keluhannya.
“Beginilah Pak, sudah tiga malam Amak tidur di sini, makanan mie saja, kadang kami tak dapat bantuan beras”, jelasnya.