Dengan rendah hati, Nasrul Abit menjawab bahwa yang dia lakukan merupakan tugas mulia, yakni bisa menyelamatkan dan membawa pulang perantau Minang korban kerusuhan.
“Itu tugas ambo. Sebagai pemimpin, ado masyarakat dalam kesusahan, ambo harus hadir. Kok tabanam, ambo selami ma. Kok hilang, di ma rimbonyo. Ambo batangguang jawab atas masyarakat ambo (itu tugas saya. Sebagai pemimpin saya harus hadir saat ada masyarakat dalam kesusahan. Kalau terbenam, saya selami. Kalau hilang, di mana rimbanya. Saya bertanggung jawab atas masyarakat saya),” tuturnya.
Nasrul Abit menceritakan bahwa ketika tragedi Wamena terjadi, dia melapor kepada Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno. Dia langsung ditugasi malam itu juga untuk berangkat ke Wamena.
“Pak gubernur bilang tidak ada orang yang sanggup. Pak Wagub berangkat malam ini juga. Saya langsung jawab: siap, Pak Gubernur,” ucap Nasrul Abit.
Sesampainya dia di Wamena, kata Nasrul Abit, perantau Minang di sana masih kocar-kacir menyelamatkan diri dari kerusuhan.
“Alhamdulillah sebanyak 800 orang berhasil kita selamatkan dan diberi bantuan secara bersama-sama, termasuk donasi perantau diberikan kepada korban kerusuhan,” ujarnya.
Sebagaimana diketahui, kerusuhan Wamena mengakibatkan duka mendalam bagi perantau Minang. Mereka kehilangan nyawa dan harta benda dibakar oleh perusuh. Terdata sebanyak 33 orang meninggal dunia, 224 mobil roda 6 dan 4 hangus, 150 motor, 465 ruko hangus, dan 165 rumah dibakar. (*)