Sebagaimana karakter pekerjaan yang bertahan di masa depan, buku juga harus mencerminkan pembelajaran berorientasi pada keterampilan berpikir tinggi (HOTS). Ciri-cirinya antara lain kemampuan menyelesaikan masalah yang kompleks, kemampuan interpersonal, kritis, kreatif, dan kemampuan beradaptasi terhadap ketidakpastian.
Menurut Totok, pendidikan harus menyiapkan anak-anak untuk menyambut masa depan, bukan menyiapkan anak-anak untuk pekerjaan yang akan hilang. Demikian pula buku untuk anak-anak sekolah, mengingat buku bagi banyak guru adalah representasi, penerjemahan, dan operasionalisasi kurikulum.
Kebijakan Kemendikbud, kata Totok, pada intinya adalah membangun sebuah ekosistem yang mendorong pembelajaran dengan paradigma baru, yaitu pembelajaran yang melengkapkan ragam berpikir anak sampai ke tahap HOTS.
Sebagaimana juga menjadi acuan Programme for International Student Assesment (PISA), ragam berpikir anak mencakup kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta. Untuk melihat refleksi di tingkat pemikiran kritis, anak-anak harus bisa menggali logika di balik teks dan bisa menjawab atau mencari solusi dari pertanyaan.
Untuk mendorong kemampuan berpikir kritis, menyelesaikan masalah, berkolaborasi, berkomunikasi, buku tamemberikan bekal pengetahuan konten belaka. Buku harus membawa anak-anak belajar di dunia nyata dan memberikan contoh konteks dunia nyata.