“Pak Anies ingin memperbaiki sistem, bukan mencari perhatian dengan memarahi apalagi memaki-maki jajarannya. Makanya beliau memilih untuk mengoreksi anggaran itu secara internal kepada jajarannya sebelum ramai diributkan saat ini. Untuk itu, sekali lagi saya minta kepada semua jajaran Pemprov DKI Jakarta untuk tidak teledor. Saat ini, jarum saja jatuh di Balai Kota bisa jadi sasaran masalah, apalagi keteledoran dalam memasukkan anggaran,” tukas Fahira.
Fahira mengungkapkan, jika kilas balik kejadian anggaran janggal bahkan tidak masuk akal sudah beberapa kali terjadi pada periode gubernur sebelumnya. Misalnya soal pembelian lahan seluas 4,6 hektare oleh Dinas Perumahan dan Gedung Pemerintah Daerah DKI dengan anggaran sebesar Rp648 miliar bersumber dari APBD DKI 2016 yang ternyata aset Pemprov sendiri.
Ada juga kasus pengadaan serta penggelembungan alat uninterruptible power supply (UPS) dalam APBD DKI Jakarta 2014. Bahkan kedua kasus yang anggaran tidak masuk akal ini sudah masuk dalam APBD yang disahkan. Sementara soal lem Aibon sebesar Rp 82,8 miliar yang dibuat gaduh saat ini masih dalam rancangan KUA-PPAS (cikal bakal APBD).
“Jika hal-hal seperti ini masih terjadi artinya memang sistem e-budgeting DKI harus diperbaharui agar lebih smart sehingga tidak perlu mengecek secara manual jika ada kegiatan pengadaan dan anggaran janggal. Jadi dalam e-budgeting ada sistem yang mampu mengecek otomatis sehingga tidak ada lagi masalah anggaran aneh karena kesalahan input data. Saya harap sistem e-budgeting DKI segera diperbaharui,” pungkas Wakil Ketua Badan Pengkajian MPR RI ini.